Jumat, 21 November 2025


Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman itu, dipaparkan sejumlah pertimbangan hukum kenapa gugatan atau uji materi tentang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu ditolak.

Dalam pembacaan putusan perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022 itu, hakim konstitusi menilai dalam sejarahnya, Indonesia tak pernah mengatur bentuk atau jenis sistem yang digunakan dalam pemilu.

MK merujuk sejarah pemilu di Indonesia. Hakim MK Suhartoyo dalam sidang menjabarkan pelaksanaan pemilu sejak Indonesia mereka.

”Menimbang bahwa setelah membaca secara saksama ketentuan-ketentuan dalam konstitusi yang mengatur ihwal pemilihan umum, khusus berkenaan dengan pemilihan umum anggota legislatif, in casu pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislatif," katanya dalam sidang yang disiarkan secara langsung channel Youtube Mahkamah Konstitusi.

Dijelaskan jika UUD 1945 hasil perubahan juga sebenarnya tak menentukan sistem pemilihan umum baik tingkat DPR maupun DPRD. Undang-undang tak menyebut pemilihan umum harus dilakukan secara tertutup.

”Dalam hal ini misalnya, pasal 19 ayat (1) UUD 1945 menyatakan anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum," ujarnya.

Baca: BREAKING NEWS: MK Tolak Gugatan Sistem Pemilu Proporsional TerbukaDari berbagai pertimbangan hukum yang telah dijabarkan secara detil dalam sidang pleno, MK akhirnya memutuskan menolak gugatan uji material sistem pemilu dengan proporsional terbuka.Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan hakim konstitusi dalam sidang pleno itu, disebutkan jika MK menolak dalil-dalil yang disampaikan para pemohon jika sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.”Amar putusan: Mengadili. Dalam provisi: menolak provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan: Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman saat membacakan putusan.Gugatan pada Undang-Undang Pemilu khususnya pasal 168 ayat 2 yang mengatur tentang sistem proporsional terbuka diajukan oleh enam pemohon. Yakni Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).Baca: SBY Kritik Rencana Sistem Pemilu Proporsional TertutupGugatan uji materi atau judicial review itu diterima Mahkamah Konstitusi pada 14 November 2022. Sidang perdana digelar pada Rabu (23/11/2022) dan hingga sidang terakhir pada Selasa (23/5/2023) tercatat MK telah menggelar 16 kali sidang.

Baca Juga

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler