Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Bahasan soal pewarna karmin lagi ramai setelah Nahdlatul Ulama atau NU Jawa Timur menghukumi najis karena terbuat dari bahan utama bangkai serangga cochineal.

Lambaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Makanan Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI pun buka suara.

Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati dalam ketengannya di laman MUI menegaskan jika pihaknya telah melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum mengeluarkan fatwa halal untuk pewarna karmin.

Ia menjelaskan jika serangga cochineal yang digunakan sebagai bahan utama pewarna makanan karmin, tidak hidup dari makanan najis.

”Bahan ini berasal dari serangga cochineal yang hidup di tanaman kaktus, tidak hidup dari makanan najis,” katanya dikutip Murianews.com, Sabtu (30/9/2023).

Muti menjelaskan, pemeriksaan halal yang dilakukan LPPOM MUI dilakukan untuk memastikan produk telah dibuat dengan bahan halal sesuai kriteria Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).

Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Muti, MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal.

Muti mengatakan, fatwa tersebut memutuskan bahwa pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga cochineal hukumnya halal. Dengan catatan, hal tersebut bisa bermanfaat dan tidak membahayakan.

”Atas dasar inilah, Komisi Fatwa MUI memberikan fatwa halal terhadap bahan tersebut,” terangnya.

Sehingga, imbuh dia, produk-produk pangan yang memakai pewarna alami Karmin termasuk aman dikonsumsi.

Ukuran keamanan konsumsi cochineal ini terlihat dari bahan yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Kehalalan produk ditentukan oleh Komisi Fatwa MUI setelah mencermati kajian Laboratorium LPPOM MUI dan tanggapan ahli. Sedangkan keamanan dan efektivitas produk ditentukan oleh BPOM.

”Terkait keamanan pangan, produk-produk yang memakai pewarna alami Karmin telah memiliki izin edar BPOM sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur mengimbau umat Islam tidak mengonsumsi atau menggunakan pewarna makanan karmin. NU Jatim mengeluarkan hukum pewarna karmin ini haram dan najis.

Hukum terhadap pewarna makanan karmin ini dikeluarkan dari hasil kajian yang dilakukan Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim. Hasil bahtsul masail itu memutuskan bahwa bangkai serangga (hasyarat) tidak boleh dikonsumsi karena najis dan menjijikkan.

”Karena hal itu, kita sudah memutuskan (dalam bahtsul masail) bahwa (karmin) itu merupakan bagian yang diharamkan menurut Imam Syafi’ie. Dan kita adalah orang-orang dari kalangan Syafi’iyah,” katanya dikutip Murianews.com dari NU Online, Kamis (28/9/2023).

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler