Menurutnya, terdapat ketidaksamaan dalam akidah dan pandangan tentang ibadah serta syariat-syariat yang dilakukan di Al-Zaytun.
”Kami menghimbau kepada masyarakat Indramayu khususnya, untuk tidak mengikuti pendidikan di Al-Zaytun karena perbedaan akidah dan pandangan tentang ibadah, serta syariat-syariat yang dilakukan oleh mereka (Al-Zaytun),” terangnya mengutip
, Jumat (17/6/2023).
Tidak hanya itu, Satori juga mengatakan jika pihaknya ingin mencegah terjadinya kontradiksi dengan masyarakat, orang tua, dan sebagainya di Indramayu.
”Kabupaten Indramayu telah menjadi daerah yang tenang, jangan sampai diwarnai oleh hal-hal yang tidak berarti,” ujarnya.
Satori menilai, syariat atau kegiatan yang dilakukan oleh Al-Zaytun sangat tidak sejalan dengan tata cara peribadatan umat Islam pada umumnya. Mulai dari salat, puasa, hingga ibadah haji, semuanya dianggap sangat berbeda dengan praktik umum dalam Islam.Selain itu, pernyataan pihak Al-Zaytun yang menyebut bahwa ibadah haji tidak harus dilakukan di Mekkah dan Madinah, melainkan cukup di Indonesia. Alasan yang diberikan adalah bahwa Indonesia juga memiliki tanah yang suci.”Itu sangat tidak sesuai sekali dengan syariat-syariat Islam pada umumnya,” terangnya.Satori meminta pemerintah untuk segera hadir di tengah masyarakat guna menyelesaikan keresahan dan kegaduhan yang terjadi di Indramayu, bahkan di seluruh Indonesia yang telah menyaksikan viralnya syariat-syariat Islam yang berbeda yang diterapkan oleh Al-Zaytun.
”Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar pemerintah segera hadir dan menyelesaikan masalah, keresahan, dan kegaduhan yang terjadi di masyarakat Indramayu secara umum, dan di Indonesia pada umumnya akibat viralnya dan penyebaran luas oleh mereka (Al-Zaytun) mengenai tata cara peribadatan dan syariat yang jauh berbeda dengan syariat-syariat Islam pada umumnya,” pungkasnya.
Murianews, Indramayu – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu, Mohammad Satori mengimbau kepada warga agar tidak mengikuti pendidikan yang diajarkan di Pondok Pesantren (Penpes) Al-Zaytun.
Menurutnya, terdapat ketidaksamaan dalam akidah dan pandangan tentang ibadah serta syariat-syariat yang dilakukan di Al-Zaytun.
”Kami menghimbau kepada masyarakat Indramayu khususnya, untuk tidak mengikuti pendidikan di Al-Zaytun karena perbedaan akidah dan pandangan tentang ibadah, serta syariat-syariat yang dilakukan oleh mereka (Al-Zaytun),” terangnya mengutip
Detik.com, Jumat (17/6/2023).
Tidak hanya itu, Satori juga mengatakan jika pihaknya ingin mencegah terjadinya kontradiksi dengan masyarakat, orang tua, dan sebagainya di Indramayu.
Baca: Kemenag Buka Program 1.000 Beasiswa untuk Santri
”Kabupaten Indramayu telah menjadi daerah yang tenang, jangan sampai diwarnai oleh hal-hal yang tidak berarti,” ujarnya.
Satori menilai, syariat atau kegiatan yang dilakukan oleh Al-Zaytun sangat tidak sejalan dengan tata cara peribadatan umat Islam pada umumnya. Mulai dari salat, puasa, hingga ibadah haji, semuanya dianggap sangat berbeda dengan praktik umum dalam Islam.
Selain itu, pernyataan pihak Al-Zaytun yang menyebut bahwa ibadah haji tidak harus dilakukan di Mekkah dan Madinah, melainkan cukup di Indonesia. Alasan yang diberikan adalah bahwa Indonesia juga memiliki tanah yang suci.
”Itu sangat tidak sesuai sekali dengan syariat-syariat Islam pada umumnya,” terangnya.
Satori meminta pemerintah untuk segera hadir di tengah masyarakat guna menyelesaikan keresahan dan kegaduhan yang terjadi di Indramayu, bahkan di seluruh Indonesia yang telah menyaksikan viralnya syariat-syariat Islam yang berbeda yang diterapkan oleh Al-Zaytun.
Baca: 30 Penerima Beasiswa Kuliah di Maroko Diumumkan, Ini Daftarnya
”Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar pemerintah segera hadir dan menyelesaikan masalah, keresahan, dan kegaduhan yang terjadi di masyarakat Indramayu secara umum, dan di Indonesia pada umumnya akibat viralnya dan penyebaran luas oleh mereka (Al-Zaytun) mengenai tata cara peribadatan dan syariat yang jauh berbeda dengan syariat-syariat Islam pada umumnya,” pungkasnya.