Kemenkop UKM: 50 Persen Impor Tekstil dari China Tidak Tercatat
Cholis Anwar
Rabu, 7 Agustus 2024 07:48:00
Murianews, Jakarta – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengungkapkan 50 persen impor produk tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China tidak tercatat.
Data ini diperoleh dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) serta Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), yang kemudian diolah oleh Kemenkop UKM.
”Artinya angka ekspor yang masuk dari Tiongkok ke kita dengan nilai angka ekspor di kita tidak seimbang,” kata Plt Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Temmy Setya Permana dikutip dari Antara, Rabu (7/8/2024).
Temmy mencurigai adanya produk-produk yang masuk ke Indonesia secara ilegal dan tidak tercatat, khususnya produk pakaian jadi yang memiliki kode HS60-63. Hal ini, menurutnya, akan mendistorsi pasar karena barang tekstil dari China dijual dengan harga murah akibat tidak tercatat dan masuk tanpa dikenai biaya atau cukai.
Temmy memperkirakan kondisi ini akan berdampak pada hilangnya serapan 67.000 tenaga kerja dengan total kerugian pendapatan karyawan mencapai Rp 2 triliun.
”Salah satu struktur membentuk PDB adalah konsumsi rumah tangga. Artinya kalau income-nya berkurang, spending-nya pasti berkurang. Kalau orang sudah tidak bisa belanja lagi karena memang daya belinya berkurang, mau tidak mau PDB pasti akan berkurang,” ujarnya.
Menanggapi situasi tersebut, Kemenkop UKM merekomendasikan pemerintah untuk memberlakukan pengenaan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP) sebesar 200 persen dan Pertimbangan Teknis (Pertek).
”Dengan memerhatikan pembatasan hanya untuk yang dikonsumsi akhir (pakaian jadi, aksesoris, alas kaki) atau pada HS58-65 sehingga bahan baku industri (filament, kain, dan serat) masih dapat diimpor untuk memenuhi kebutuhan industri TPT dalam negeri,” jelas Temmy.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia, Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, produk impor ilegal masuk ke Indonesia secara terang-terangan di pelabuhan.
”Proses masuknya terang-terangan, kan pakai kontainer, kalau pakai kontainer artinya pakai pelabuhan. Harusnya kan ada proses penyeleksian untuk mencegah barang ilegal, tapi kalau pelabuhan pintunya terlalu longgar atau ada permainan-permainan ilegal,” ujarnya.
Redma menilai modus untuk memuluskan masuknya impor ilegal sudah menjadi rahasia umum. Namun, ia menilai hingga saat ini tidak ada tindakan tegas kepada para importir tersebut.
Oleh sebab itu, Redma berharap Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal atau Satgas Impor Ilegal bisa efektif memberantas praktik-praktik impor ilegal sampai ke pintu-pintu masuknya produk impor ilegal, yaitu di pelabuhan.



