Masjid Mantingan Jepara dan Falsafah di Dalamnya
Faqih Mansur Hidayat
Jumat, 14 April 2023 08:03:52
Secara umum, Masjid Mantingan adalah simbol akulturasi budaya. Masjid itu dibangun arsitek asal Cina pada tahun 1549 di masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat. Ia mempersembahkan masjid tersebut kepada suaminya yang mendahuluinya wafat, Sultan Hadlirin.
Ratusan ornamen tertempel di dinding Masjid Astana Sultan Hadlirin, atau Masjid Mantingan. Kesan kultur Cina sangat kental terasa ditimbulkan motif-motif ornamen tersebut.
Baca: Masjid Peninggalan Sultan Hadlirin Kaya Akulturasi BudayaMenurut de Graaf, banyak orang-orang asal Tiongkok yang diikutkan dalam pembangunan Masjid Mantingan itu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya ukiran pada dinding masjid yang bermotif Cina.
Pendapat itu juga didukung kesaksian Kartini yang tercatat dalam bukunya
Door duisternis tot licht di halaman 164-165.
Dalam bukunya, Kartini menulis jika ia sering mengunjungi Masjid Mantingan. Ia juga melihat rumah-rumah dan motif-motif di bangunan masjid yang berasal dari Cina (Graff, 2001: 131).
Memang banyak sumber literatur yang menyebut Masjid Mantingan dibangun oleh arsitek asal Tiongkok.
Dikutip dari hasil penelitian Eko Roy Ardian Putra berjudul ’’Makna Simbolis pada Ragam Hias Masjid Mantingan di Jepara’’, Program studi Desain Interior Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, disebutkan ornamen-ornamen tersebut dibuat oleh Patih Sungging Badar Duwung.
Baca: Romantisme Sultan Hadlirin dan Ratu KalinyamatPatih Sungging Badar Duwung memiliki nama lain Tjie Hwio Gwan, yang tak lain adalah ayah angkat Sultan Hadlirin.Ornamen-ornamen yang dipengaruhi corak Cina yaitu motif burung Phoenik, labu air, dan teratai. Eko menyebut, terdapat pola umum pada peletakan ornamen-ornamen di dinding masjid yaitu pola segitiga.Menurutnya, dalam Islam Jawa, segitiga dimaknai sebagai wujud susunan hukum untuk menggapai Tuhan. Yaitu Syariat, Tarikat dan hakekat.’’Ragam hias yang tersimbolkan merupakan pencerminan dari karakter budaya yang saat itu berkembang di lingkungan Jepara dengan pengaruh budaya-budaya dari luar Jepara,’’ tulis Eko.Ornamen-ornamen yang tertempel di dinding Masjid Mantingan diyakini sebagai cikal bakal seni ukir Jepara. Ornamen-ornamen itu diciptakan oleh seorang patih bernama Sungging Badar Duwung. Itu memuat pesan bahwa Jepara dibangun berdasarkan seni luhur yang turun temurun. Editor: Zulkifli Fahmi
Murianews, Jepara – Masjid Astana Sultan Hadlirin atau Masjid Mantingan adalah salah satu bukti sejarah perkembangan Islam di Kabupaten Jepara. Masjid itu tak sembarang dibangun. Ada falsafah mendalam yang bisa dijadikan teladan hidup masyarakat.
Secara umum, Masjid Mantingan adalah simbol akulturasi budaya. Masjid itu dibangun arsitek asal Cina pada tahun 1549 di masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat. Ia mempersembahkan masjid tersebut kepada suaminya yang mendahuluinya wafat, Sultan Hadlirin.
Ratusan ornamen tertempel di dinding Masjid Astana Sultan Hadlirin, atau Masjid Mantingan. Kesan kultur Cina sangat kental terasa ditimbulkan motif-motif ornamen tersebut.
Baca: Masjid Peninggalan Sultan Hadlirin Kaya Akulturasi Budaya
Menurut de Graaf, banyak orang-orang asal Tiongkok yang diikutkan dalam pembangunan Masjid Mantingan itu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya ukiran pada dinding masjid yang bermotif Cina.
Pendapat itu juga didukung kesaksian Kartini yang tercatat dalam bukunya
Door duisternis tot licht di halaman 164-165.
Dalam bukunya, Kartini menulis jika ia sering mengunjungi Masjid Mantingan. Ia juga melihat rumah-rumah dan motif-motif di bangunan masjid yang berasal dari Cina (Graff, 2001: 131).
Memang banyak sumber literatur yang menyebut Masjid Mantingan dibangun oleh arsitek asal Tiongkok.
Dikutip dari hasil penelitian Eko Roy Ardian Putra berjudul ’’Makna Simbolis pada Ragam Hias Masjid Mantingan di Jepara’’, Program studi Desain Interior Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, disebutkan ornamen-ornamen tersebut dibuat oleh Patih Sungging Badar Duwung.
Baca: Romantisme Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat
Patih Sungging Badar Duwung memiliki nama lain Tjie Hwio Gwan, yang tak lain adalah ayah angkat Sultan Hadlirin.
Ornamen-ornamen yang dipengaruhi corak Cina yaitu motif burung Phoenik, labu air, dan teratai. Eko menyebut, terdapat pola umum pada peletakan ornamen-ornamen di dinding masjid yaitu pola segitiga.
Menurutnya, dalam Islam Jawa, segitiga dimaknai sebagai wujud susunan hukum untuk menggapai Tuhan. Yaitu Syariat, Tarikat dan hakekat.
’’Ragam hias yang tersimbolkan merupakan pencerminan dari karakter budaya yang saat itu berkembang di lingkungan Jepara dengan pengaruh budaya-budaya dari luar Jepara,’’ tulis Eko.
Ornamen-ornamen yang tertempel di dinding Masjid Mantingan diyakini sebagai cikal bakal seni ukir Jepara. Ornamen-ornamen itu diciptakan oleh seorang patih bernama Sungging Badar Duwung. Itu memuat pesan bahwa Jepara dibangun berdasarkan seni luhur yang turun temurun.
Editor: Zulkifli Fahmi