Kedamaian Hati Nurani
Faqih Mansur Hidayat
Jumat, 14 April 2023 05:00:26
Kebahagiaan tertinggi dihayati dari makna "salam", yakni rasa damai atau kedamaian dan selaras yang dimiliki seorang hamba dalam kesadarannya akan ke-Maha-Agung-an Allah dan sikapnya bersyukur kepada-Nya.
Difirmankan, ’’Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Tuhan mereka akan memberi mereka petunjuk dengan iman mereka itu, di bawah mereka mengalir sungai-sungai, dalam surga kebahagiaan sejati.’’
Seruan mereka dalam surga itu ialah, ’’Maha Suci Engkau Ya Allah,’’ dan tegur sapa mereka di situ ialah ’’Salam (Damai)’’, sedangkan penutup seruan mereka ialah, ’’Segala puji bagi Allah, seru sekalian alam’’ (QS 10:9-10).
Yang tersirat dari ayat itu ialah, ’’Sepotong melodi kerohanian yang indah! Mereka bernyanyi dan berseru dengan kebahagian, tetapi kebahagiaan mereka itu ada dalam Keagungan Tuhan! Tegur sapa yang mereka terima dan tegur sapa yang mereka berikan adalah Damai dan Selaras! Dari awal sampai akhir mereka menyadari bahwa Tuhan-lah yang memelihara dan menumbuhkan mereka, dan Sinar-Nya adalah Cahaya mereka’’.

Damai dan selaras secara rohani itu buah langsung dari sikap pasrah yang tulus kepada Allah. Meski ayat itu melukiskan pengalaman surgawi (sebagai bentuk kebahagiaan tertinggi) tapi pengalaman rohani serupa (walau kualitas lebih rendah) juga dapat dirasakan oleh seorang hamba beriman semasa dalam kehidupan duniawi.
Jadi salam adalah
personal meaning (makna perorangan) sikap keagamaan yang tulus, sebagai lanjutan sikap rida kepada-Nya atas segala keputusan-Nya yang dialaminya, juga kelanjutan
tawakkal terkait dengan apa yang akan Allah putuskan.
Ini semua mengantarkan hamba ke tingkat pribadi
radliyah-mardliyyah (rela dan direlakan), dan merupakan pangkal rasa kedamaian hati nurani yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Surga pun disebut sebagai
Dar al-Salam (negeri damai selaras),
the Abode of Peace and Harmony, dan karunia kebahagiaan yang paling agung di surga itu untuk seorang hamba yang beriman dan beramal saleh.Hamba yang menghayati Allah As-Salam, dituntut agar Hati Nuraninya jauh dan terhindar dari segala aib dan kekurangan, dengki dan hasud serta kehendak berbuat jahat.Pesan Imam al-Ghazali, ’’Siapa pun yang selamat hati nuraninya dari hal-hal tersebut, maka akan selamat pula hati nuraninya dari
al-intikas (kejungkir-balikan) dan
al-in'ikas (ketolak-belakangan), dengan demikian hamba tersebut akan datang menghadap Allah dengan
qalbun-salim (Hati Nurani yang damai).Seorang hamba yang menghayati
Allahus-Salam, paling tidak, jika tidak dapat memberi manfaat kepada selain dirinya, maka jangan sampai dia mencelakakannya.Jika dia tidak dapat memberi rasa gembira ke dalam hatinya, maka paling tidak jangan dia meresahkannya. Kalau tidak dapat memujinya, maka paling tidak dia jangan mencelanya.Spirit kedamaian adalah batas antara harmonis (kedekatan) dan perpisahan, serta batas antara kasih dan siksa. Ini paling wajar atau batas minimal yang diterima seorang jahil dari hamba
Allahu-Rahman, atau si jahat dari yang kuasa.Inti penghayatan adalah kesadaran melalui kebersihan hati, laksana nurani (sinar terang) atau
luminous karena taqwa untuk menempuh hidup di dunia. Allahu A'lamu. Editor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_373211" align="alignleft" width="150"]
Dr H Sa’dullah Assa’idi, Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara[/caption]
Kebahagiaan tertinggi dihayati dari makna "salam", yakni rasa damai atau kedamaian dan selaras yang dimiliki seorang hamba dalam kesadarannya akan ke-Maha-Agung-an Allah dan sikapnya bersyukur kepada-Nya.
Difirmankan, ’’Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Tuhan mereka akan memberi mereka petunjuk dengan iman mereka itu, di bawah mereka mengalir sungai-sungai, dalam surga kebahagiaan sejati.’’
Seruan mereka dalam surga itu ialah, ’’Maha Suci Engkau Ya Allah,’’ dan tegur sapa mereka di situ ialah ’’Salam (Damai)’’, sedangkan penutup seruan mereka ialah, ’’Segala puji bagi Allah, seru sekalian alam’’ (QS 10:9-10).
Yang tersirat dari ayat itu ialah, ’’Sepotong melodi kerohanian yang indah! Mereka bernyanyi dan berseru dengan kebahagian, tetapi kebahagiaan mereka itu ada dalam Keagungan Tuhan! Tegur sapa yang mereka terima dan tegur sapa yang mereka berikan adalah Damai dan Selaras! Dari awal sampai akhir mereka menyadari bahwa Tuhan-lah yang memelihara dan menumbuhkan mereka, dan Sinar-Nya adalah Cahaya mereka’’.

Damai dan selaras secara rohani itu buah langsung dari sikap pasrah yang tulus kepada Allah. Meski ayat itu melukiskan pengalaman surgawi (sebagai bentuk kebahagiaan tertinggi) tapi pengalaman rohani serupa (walau kualitas lebih rendah) juga dapat dirasakan oleh seorang hamba beriman semasa dalam kehidupan duniawi.
Jadi salam adalah
personal meaning (makna perorangan) sikap keagamaan yang tulus, sebagai lanjutan sikap rida kepada-Nya atas segala keputusan-Nya yang dialaminya, juga kelanjutan
tawakkal terkait dengan apa yang akan Allah putuskan.
Ini semua mengantarkan hamba ke tingkat pribadi
radliyah-mardliyyah (rela dan direlakan), dan merupakan pangkal rasa kedamaian hati nurani yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Surga pun disebut sebagai
Dar al-Salam (negeri damai selaras),
the Abode of Peace and Harmony, dan karunia kebahagiaan yang paling agung di surga itu untuk seorang hamba yang beriman dan beramal saleh.
Hamba yang menghayati Allah As-Salam, dituntut agar Hati Nuraninya jauh dan terhindar dari segala aib dan kekurangan, dengki dan hasud serta kehendak berbuat jahat.
Pesan Imam al-Ghazali, ’’Siapa pun yang selamat hati nuraninya dari hal-hal tersebut, maka akan selamat pula hati nuraninya dari
al-intikas (kejungkir-balikan) dan
al-in'ikas (ketolak-belakangan), dengan demikian hamba tersebut akan datang menghadap Allah dengan
qalbun-salim (Hati Nurani yang damai).
Seorang hamba yang menghayati
Allahus-Salam, paling tidak, jika tidak dapat memberi manfaat kepada selain dirinya, maka jangan sampai dia mencelakakannya.
Jika dia tidak dapat memberi rasa gembira ke dalam hatinya, maka paling tidak jangan dia meresahkannya. Kalau tidak dapat memujinya, maka paling tidak dia jangan mencelanya.
Spirit kedamaian adalah batas antara harmonis (kedekatan) dan perpisahan, serta batas antara kasih dan siksa. Ini paling wajar atau batas minimal yang diterima seorang jahil dari hamba
Allahu-Rahman, atau si jahat dari yang kuasa.
Inti penghayatan adalah kesadaran melalui kebersihan hati, laksana nurani (sinar terang) atau
luminous karena taqwa untuk menempuh hidup di dunia. Allahu A'lamu.
Editor: Zulkifli Fahmi