Mengenal Kisah Perang Obor Tegalsambi Jepara

Faqih Mansur Hidayat
Sabtu, 3 Juni 2023 16:14:20

Agus Santoso, Petinggi Desa Tegalsambi menceritakan, pada jaman Kerajaan Demak, konon di Desa Tegalsambi, tinggal seorang petani kaya bernama Kiai Babadan yang banyak sekali memiliki kerbau dan sapi.
Tentu ia tidak dapat mengembalakan sendiri ternak-ternaknya. Ia kemudian meminta tetangganya yang bernama Ki Gemblong untuk menggembalakan ternaknya.
Meski berat, Ki Gemblong menyanggupi pekerjaan itu. Namun Ki Gemblong tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan kesanggupanya. Sebaliknya ia menelantarkan kerbau dan sapi milik Kiai Babadan sehingga hewan itu menjadi kurus dan penyakitan.
Semula memang Ki Gemblong masih bisa menyembunyikan keadaan itu. Namun akhirnya Kiai Babadan mengetahui.
Ia menjadi geram ketika melihat bahwa kondisi ternak miliknya yang kurus dan sakit-sakitan itu dibabkan oleh keteledoran yang disengaja oleh Ki Gemblong. Oleh karena kegeramannya yang memuncak, maka Kiai Babadan menghajar Ki Gemblong dengan mengunakan obor dari pelepah kelapa.
Menerima perlakuan itu, lanjut Agus, Ki Gemblong ternyata tidak tinggal diam. Ia juga segera mengambil pelepah daun kelapa untuk melanjutnya dinyalakan sebagai obor untuk menghadapi Kiai Babadan.
“Lalu terjadilah pertarungan atau perang obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong,” cerita Agus, Senin (3/6/2023).
Bukannya makin mereda, pertarungan ini semakin lama semaki sengit. Serunya pertarungan mengakibatkan terbakarnya kandang sapi dan kerbau.
Seluruh hewan di dalam kandang pun akhirnya lari tunggang-langgang ketakutan. Namun ada yang aneh. Ternak yang semula berpenyakitan malah menjadi sembuh.
Setelah mengetahui kenyataan seperti itu mereka berdua pun akhirnya mengakhiri perkelahian mereka.
BACA JUGA: 350 Obor Disiapkan untuk Perang Obor Tegalsambi Jepara
Berdasarkan tradisi lisan yang berkembang di kalangan masyarakat Tegalsambi, sejak itu, anak-cucu Kyai Babadan dan Ki Gemblong lalu melakukan upacara perang obor. Ini dimaksudkan untuk mengusir segala roh jahat yang mendatangkan penyakit.
Upacara itu dilengkapi pula dengan pergelaran wayang kulit. Ada prosesi untuk mengarak pusaka bernama Pedang Gendir Gambang Sari dan Podang Sari, sebuah arca, dan sebuah beduk yang dipercayai sebagai warisan sunan Kalijaga kepada Kebayan Tegalsambi. Kedua pedang kayu itu, konon, merupakan serpihan kayu yang dipakai membangun Masjid Demak.
“Kini masyarakat kami terus melestarikannya. Setiap hari Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Apit (Dzulhijjah, red),” kata dia.
Editor: Budi Santoso