Kisah Sulikat, Salah Seorang Pengais Sisa Getah Karet di Jepara
Faqih Mansur Hidayat
Sabtu, 17 Juni 2023 17:12:50
Sulikat yang usianya sudah 60 tahun itu terlihat keletihan di bawah pohon karet yang mulai rontok daunnya. Di hadapannya, ada dua ember beda ukuran sudah dipenuhi
karet mentah.
”Sayang hanya
ngangsak (mengais sisa, red) karet mentah,” ucap warga Desa Kedondong, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara itu.
Baca juga: Menyibak Tabir Mistis Tikungan Trowelo Pati, Pohon Karet Angker Tak Ada yang Berani NebangBersama ratusan warga yang mayoritas perempuan itu, setiap pagi Sulikat selalu datang ke kebun karet. Tak seperti para pekerja PTPN IX Kebun Balong yang bekerja sejak dini hari, Sulikat bersama teman-temannya tiba di kebun lebih siang.
Sulikat selalu tiba di kebun pukul 08.00 WIB. Dia harus datang setelah para pekerja kebun sudah mengambil karet mentah di seluruh pohon.
”Yang penting kita tidak berdekatan dengan mereka (pekerja kebun, red). Karena kita memang hanya boleh mengambil sisa mereka,” ucap Sulikat.
Sulikat biasanya mengais karet mentah sampai pukul 12.00 WIB. Saat nasib sedang baik dan karet sisa pekerja tertinggal banyak, dia bisa mendapatkan sekitar 13 kilogram karet mentah.
Sulikat tak selalu menetap pada satu titik kebun. Setiap hari dia akan berpindah-pindah lokasi. Perpindahan itu bergantung pada banyak sedikitnya getah karet.Karena jarak yang tak selalu dekat, aktivitas Sulikat tak seperti waktu staminanya masih prima dulu. Dia hanya mencari getah karet sesuai jarak kemampuan tubuhnya.Sulikat mengaku bersedih. Sebab, harga karet mentah turun sejak setahun terakhir. Tahun lalu harganya masih di angka Rp 4 ribu per kilogram. Namun, tahun ini tinggal Rp 3 ribu per kilogram. Dia menjualnya kepada seorang pengepul yang tak jauh dari tempat tinggalnya.”Sekarang saya bersyukur sedapatnya berapa. Asalkan bisa buat menambal kebutuhan pokok saja sudah cukup,” ungkap Sulikat.Sulikat sebenarnya ingin bekerja sebagai pekerja kebun. Namun dia sadar diri, kini usianya sudah tak muda lagi, tenaganya sudah tak sekuat dulu lagi. Dia kini bersyukur dengan penghasilan yang tak menentu itu. Editor: Dani Agus
Murianews, Jepara – Di Kabupaten Jepara terdapat perkebunan karet milik negara. Sebagain warga sekitar perkebunan ikut mencari rezeki menjadi pengais sisa-sisa karet. Salah satunya adalah Sulikat.
Sulikat yang usianya sudah 60 tahun itu terlihat keletihan di bawah pohon karet yang mulai rontok daunnya. Di hadapannya, ada dua ember beda ukuran sudah dipenuhi
karet mentah.
”Sayang hanya
ngangsak (mengais sisa, red) karet mentah,” ucap warga Desa Kedondong, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara itu.
Baca juga: Menyibak Tabir Mistis Tikungan Trowelo Pati, Pohon Karet Angker Tak Ada yang Berani Nebang
Bersama ratusan warga yang mayoritas perempuan itu, setiap pagi Sulikat selalu datang ke kebun karet. Tak seperti para pekerja PTPN IX Kebun Balong yang bekerja sejak dini hari, Sulikat bersama teman-temannya tiba di kebun lebih siang.
Sulikat selalu tiba di kebun pukul 08.00 WIB. Dia harus datang setelah para pekerja kebun sudah mengambil karet mentah di seluruh pohon.
”Yang penting kita tidak berdekatan dengan mereka (pekerja kebun, red). Karena kita memang hanya boleh mengambil sisa mereka,” ucap Sulikat.
Sulikat biasanya mengais karet mentah sampai pukul 12.00 WIB. Saat nasib sedang baik dan karet sisa pekerja tertinggal banyak, dia bisa mendapatkan sekitar 13 kilogram karet mentah.
Sulikat tak selalu menetap pada satu titik kebun. Setiap hari dia akan berpindah-pindah lokasi. Perpindahan itu bergantung pada banyak sedikitnya getah karet.
Karena jarak yang tak selalu dekat, aktivitas Sulikat tak seperti waktu staminanya masih prima dulu. Dia hanya mencari getah karet sesuai jarak kemampuan tubuhnya.
Sulikat mengaku bersedih. Sebab, harga karet mentah turun sejak setahun terakhir. Tahun lalu harganya masih di angka Rp 4 ribu per kilogram. Namun, tahun ini tinggal Rp 3 ribu per kilogram. Dia menjualnya kepada seorang pengepul yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
”Sekarang saya bersyukur sedapatnya berapa. Asalkan bisa buat menambal kebutuhan pokok saja sudah cukup,” ungkap Sulikat.
Sulikat sebenarnya ingin bekerja sebagai pekerja kebun. Namun dia sadar diri, kini usianya sudah tak muda lagi, tenaganya sudah tak sekuat dulu lagi. Dia kini bersyukur dengan penghasilan yang tak menentu itu.
Editor: Dani Agus