Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jepara – Ada mitos yang sampai saat ini diyakni warga Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Yakni, mitos dilarang mementaskan wayang kulit.

Salah satu tokoh masyarakat Desa Tempur Mahfudz Ali (40) membenarkan adanya mitos tersebut. Bahkan, mitos itu sudah mandarah daging bagi masyarakat setempat hingga anak cucu mereka.

’’Keyakinan kami sejak dulu, memang tidak ada yang berani nanggap (mementaskan, red) wayang kulit,’’ ungkap Ali kepada Murianews.com, Jumat (14/7/2023).

Seingatnya, pernah ada warga Desa Tempur yang melanggar mitos itu. Saat itu, Ali masih berusia 15 tahun.

Di mana, salah seorang warga menggelar wayang kulit saat mengadakan pesta pernikahan. Padahal, jauh sebelum itu sudah ada keyakinan ihwal pantangan tersebut.

Saat wayang kulit dipentaskan, kata Ali, memang tidak ada masalah. Tak ada tanda-tanda apapun.

’’Tapi selang beberapa lama setelah hajat itu. Muncul kekacauan. Pasangan yang menikah itu bercerai. Bahkan, orang tua mereka pun bercerai,’’ kenang Ali.

Mitos yang jadi pantangan itu bukan tanpa dasar. Ali menjelaskan, leluhur Desa Tempur mewanti-wanti agar tidak mementaskan wayang secara langsung.

Alasannya, gunung-gunung di Desa Tempur dinamai dengan nama-nama tokoh dalam dunia pewayangan. Salah satunya Puncak Abiyasa.

Ali mengatakan, masyarakat setempat meyakini di gunung dan puncak itu merupakan tempat pertapaan Eyang Semar. Salah satu agung penting dalam peyawangan sehingga, masyarakat tidak berani mementaskan wayang dalam acara apapun.

’’Selain wayang boleh. Kalau wayang tidak boleh. Tapi kalau mendengarkan di radio, menyetal video wayang boleh-boleh saja,’’ ujar Ali.

Mitos itu masih dipegang erat masyarakat desa. Bahkan, ada beberapa warga yang berkeyakinan memasang gambar wayang di rumah pun menjadi suatu pantangan yang haram dilanggar.

Memang, Ali dan masyarakat tidak bisa menjelaskan fenomena itu secara ilmiah. Tetapi, mereka meyakini bahwa apa yang sudah dituturkan leluhur itu adalah hal baik yang mesti dipegang teguh.

 

Editor: Zulkifli Fahmi

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler