Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jepara – Bau busuk menyengat menyelinap ke dalam lubang hidung ketika memasuki radius 1,5 kilometer dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bandengan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Mendekati TPA, selembar masker tak sanggup menahan bau itu.

TPA Bandengan adalah satu-satunya TPA yang dimiliki Kabupaten Jepara dalam skala besar. Semula, Kota Ukir memiliki tiga TPA. Yaitu TPA Gemulung, Kecamatan Pecangaan yang telah beberapa tahun ditutup.

Sedangkan satu lainnya yaitu TPA Krasak, Kecamatan Bangsri yang kini hanya berfungsi sebagai pembantu TPA Bandengan.

”Praktis hampir seluruh sampah dan residunya masuk ke TPA Bandengan,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara, Edy Marwoto, Kamis (24/8/2023). 

TPA Bandengan memiliki luas sekitar 7,6 hektare area. Ditaksir, umur TPA itu tinggal kurang dari dua tahun lagi. Sebab, gunungan-gunungan sampah sudah nyaris menutupi seluruh luas area. 

Dalam sehari, sampah-sampah baik organik maupun residu non organik yang masuk ke TPA Bandengan sebanyak 150 ton hingga 160 ton. Maka tak mengherankan jika baunya bisa menyeruak ke berbagai penjuru di sekitarnya.

Setidaknya ada dua desa yang menjadi korban atas bau sampah itu. Yakni Desa Bandengan yang berada di seberang sungai dan Desa Kuwasen yang berada di sisi timur TPA Bandengan.

”Kalau pas ada angin kencang, baunya ke mana-mana. Masyarakat sudah pasti protes,” ungkap dia.

Protes-protes yang kerap dilontarkan warga setempat memaksa pengelola TPA Bandengan untuk memutar otak sehingga gunungan-gunungan sampah itu membawa berkah. Lalu pada tahun 2014 silam, pengelola TPA study banding ke salah satu TPA di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Di sana, mereka belajar memanfaatkan sampah menjadi gas metan.

Selepas dari Kota Malang, pengelola langsung mempraktikkan ilmu yang mereka dapatkan. Dengan alat dan perlengkapan seadanya, mereka menanam pipa-pipa paralon besar pada gunungan-gunungan sampah.

Pengelola juga menancapkan pipa atau selang kecil untuk menangkap gas metan yang keluar. Kemudian, pipa kecil itu disalurkan ke rumah-rumah.

Karena alat dan perlengkapannya terlalu sederhana dan terbatas, akhirnya mulai tahun 2016 hingga tahun 2021 produksi gas metan terhenti. Lalu pada awal tahun 2022, pengelola TPA Bandengan kembali mengaktifkan produksi gas metan.

Karena tidak ada anggaran dari pemerintah daerah sepeserpun, pengelola terpaksa meminta bantuan Corporate Social Responsibillity (CSR) dari lima perusahaan di PLTU Tanjung Jati-B. Mereka diberi pipa dan selang untuk mengganti pipa lama yang sudah rusak.

Tak hanya itu, para perusahaan itu juga memberi bantuan kompor gas yang dibagikan kepada warga penerima manfaat aliran gas metan.

”Kami (Pemkab Jepara, red) memang belum pernah menganggarkan untuk itu. Tahun ini atau tahun depan pun tidak ada. Belum tahu kalau di tahun-tahun berikutnya,” kata Edy.

Edy menyebutkan, saat ini telah ada 46 Kartu Keluarga (KK) yang menjadi pengguna gas metan itu. Di sisi lain, masih ada empat belas KK lainnya yang masuk daftar tunggu.

Untuk sementara waktu, baru RT 4 RW 1 Desa Kuwasen saja yang teraliri gas metan. Dari TPA Bandengan, pipa-pipa dipasang hingga ke rumah-rumah warga. Rencananya, gas metan juga akan dialirkan ke Desa Bandengan. Namun itu butuh cara pemasangan khusus karena pipa harus melewati sungai.

”Kami salurkan gas metan ini gratis ke pengguna. Tidak ada iuran apapun,” kata Edy.

Edy menjelaskan, sejak tahun 2022 hingga sekarang, sudah ada sembilan gunungan sampah yang dijadikan sebagai sel gas metan. Masing-masing sel memiliki luas 1.800 meter persegi.

Hanya saja, karena saat ini masuk musim kemaru, kini tinggal satu sel saja yang masih bisa mengeluarkan gas metan. Saat musim kemarau seperti ini, pengelola harus menyiram sel dengan air setiap pagi dan sore hari. 

”Kalau musim hujan, sel yang aktif lebih banyak lagi. Bahkan, jumlah pengguna bisa bertambah menjadi sekitar 80 rumah,” jelas Edy.

Lagi-lagi, ucap Edy, karena tak ada anggaran khusus dari pemerintah daerah, pemanfaatan gas metan tidak bisa optimal. Pada kondisi normal, gas metan hanya bisa keluar pada pukul 05.00-08.00 WIB dan 17.00-20.00 WIB.

Penyebabnya, TPA Bandengan tidak memiliki penampungan gas metan. Masalahnya, saat musim kemarau seperti saat ini produksi gas metan berkurang. Aliran gas menjadi sering tersendat.

Tujuh ratus meter ke arah timur dari TPA Bandengan, Sunarti (56) tengah bersiap memasak. Warga RT 4 RW 1 Desa Kuwasen itu adalah salah satu pengguna gas metan yang berasal dari gunungan sampah berbau busuk yang dia hirup setiap saat itu.

Dari paralon kecil itu, sebuah selang terpasang pada kompor gas bantuan CSR perusahaan tersebut. Sebelum menyalakan api, mula-mula dia memutar kran di paralon pada posisi terbuka.

Setelah terdengar bunyi seperti angin, Sunarti lalu menyalakan kompor dengan korek api. Tak ada bau busuk yang keluar dari gas itu. Api menyala biru terang. Raut wajah Sunarti terlihat riang melihat dapur kecilnya tetap mengepul.

Sunarti merupakan salah satu warga setempat yang mendapat aliran gas metan. Istri penjaga makam itu sangat bersyukur karena gas metan bisa mengurangi beban biaya dapurnya. Sejak teraliri gas metan, konsumsi gas elpiji 3 kilogram Sunarti menjadi berkurang. 

”Dulu sebelum ada gas metan, sebulan bisa habis empat tabung (gas elpiji 3 kilogram). Sekarang satu tabung bisa untuk setengah bulan,” ungkap Sunarti. 

Setiap kali memasuki musim kemarau, Sunarti kerap mengeluh. Sebab aliran gas metan menjadi tak lancar lagi. Artinya, konsumsi gas elpiji 3 kilogram bertambah. Dia berharap agar produksi gas metan itu digarap pemerintah dengan lebih serius.

Selain itu, Sunarti juga berharap agar pemerintah daerah Jepara memikirkan nasib warga yang setiap saat dipaksa menghirup bau busuk dari TPA Bandengan. Dia berangan-angan, aliran gas metan itu bisa lancar hingga 24 jam penuh.

”Jadi, kami berharap tidak hanya bau busuk saja yang kami dapatkan setiap saat. Tetapi berkah dari sampah itu (gas metan, red) juga mestinya bisa kami nikmati kapan saja,” harap Sunarti mewakili seluruh warga yang terdampak bau busuk TPA Bandengan itu. 

Editor: Supriyadi

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler