Kamis, 20 November 2025

Murianews, Kudus – Triyanto petani parijoto dari Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus sukses kembangkan sirop parijoto. Awalnya ia hanya mencoba-coba tapi ternyata percobaannya berhasil.

Sebelum mengembangkan parijoto melalui tokonya, Alammu. Ia adalah seorang tukang foto di wisata religi, Makam Sunan Muria.

Pada saat menjalani hidup sebagai tukang foto, ia menjumpai banyak hal yang membuat pikirannya ’’traveling’’. Salah satu yang menjadi perhatiannya adalah para penjual parijoto.

’’Dulu hampir setiap hari saya menjadi tempat sambat bagi penjual parijito. Harganya naik-turun, kadang panennya sedikit,’’ katanya kepada Murianews.com, Jumat (5/7/2024).

Ia menyebutkan saat itu harga parijoto kalau musim kemarau bisa mencapai Rp 30 ribu per tangkai. Namun, saat musim hujan menurun drastis.

Persoalan inilah yang kemudian membayangi pikiran Triyanto. Ia berpikir komoditas ini harus dikembangkan supaya persediannya tidak tergantung musim.

Suatu ketika pada tahun 2015, Triyanto yang merupakan penyuka seni dan konservasi mengikuti latihan membatik di Lasem, Kabupaten Rembang. Di sana, ia disuguhi sirop kawis atau kawista.

’’Saya tersadar, kawis itu tidak enak, tapi kalau dibuat sirop rasanya enak. Dari situ saya berpikir parijoto pasti bisa juga,’’ jelasnya.

Setelah pulang dari pelatihan itu, ia melakukan eksperimen membuat sirop dari parijoto. Selang dua tahun, produknya itu menghebohkan publik.

Banyak orang yang berdatangan untuk mencoba siropnya. Bermula dari itu, ia terus mengembangkan olahan parijoto.

Selama mengenalkan parijoto tak sedikit tantangan yang dihadapi. Penolakan dari petani dan penjual berdatangan.

’’Mereka menolak karena rumit. Mereka menjual mentah saja sudah laku,’’ ujarnya.

Namun, Triyanto tetap terus mengembangkan kreasinya. Dengan modal Rp 1.200.000, ia melanjutkan langkah itu bersama istrinya.

Hingga akhirnya produknya itu melejit pesat. Ia berhasil mempengaruhi masyarakat lokal untuk ikut membudidayakan parijoto.

Petani parijoto yang awalnya hanya berjumlah 9-10 orang. Kini sudah mencapai angka 30 lebih.

’’Petani lama semangatnya bertambah. Lalu, muncul juga petani baru,’’ jelasnya.

Harapannya pemerintah bisa turut serta memberikan pengawalan. Ia tidak mengharapkan keuntungan besar dari itu.

’’Saya hanya ingin parijoto ini lestari. Namanya terkenal hingga luar negeri. Masyarakat sini menjadi berdaya. Semoga pemimpin Kudus yang terpilih nantinya bisa memperhatikan lebih terkait warisan luhur ini,’’ tegasnya.

Editor: Zulkifli Fahmi

Komentar

Terpopuler