Rabu, 19 November 2025

Murianews, Kudus – Warga Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, menggelar tradisi turun-temurun yang dikenal sebagai ”Guyang Cekatak” pada Jumat (30/8/2024).

Tradisi ini dilakukan setiap musim kemarau, tepatnya pada hari Jumat Wage, sebagai bentuk permohonan kepada Allah untuk menurunkan hujan.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur menjelaskan Guyang Cekatak merupakan cara unik masyarakat setempat untuk memohon hujan.

”Kalau dalam wujud salat, kita kenal dengan salat istisqa. Namun, kami melakukannya dengan cara berbeda, yaitu doa bersama, ramah-tamah, dan bersedekah, yang juga merupakan anjuran agama,” ungkapnya kepada Murianews.com.

Acara dimulai dengan selametan di Masjid Sunan Muria, dilanjutkan dengan kirab cekatak atau pelana kuda menuju Sendang Rejoso. Dalam prosesi utama Guyang Cekatak, pelana kuda peninggalan Sunan Muria disucikan, sebagai simbol penghormatan dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa.

”Setelah prosesi penyucian pelana kuda, kami bersama-sama berdoa dengan warga sekitar, lalu makan bersama dengan hidangan khas seperti daging kambing, ayam, dan kluban,” jelas Mastur.

Kluban, dalam tradisi ini, menggunakan bahan utama berupa daun Kelor, Dadap, dan Menkudu, yang ternyata memiliki banyak manfaat kesehatan.

Acara ini diakhiri dengan simbolisasi permohonan hujan, di mana cendol dicampur dengan air dari Sendang Rejoso lalu dipercikkan ke udara.

”Jadi ada cendol dua ember kemudian dicampur air sendang lalu dipercikkan ke atas,” ujarnya

Menurutnya, ini adalah bentuk penghormatan kepada Sunan Muria. Karena Sendang Rejoso dahulu digunakan Sunan Muria sebagai tempat wudu dan memandikan kuda.

Tradisi ini juga menjadi sarana mengenalkan Sendang Rejoso kepada generasi muda.

Editor: Cholis Anwar

Komentar

Terpopuler