Puasa dan Tetap Produktif Bekerja
Saiful Anwar
Selasa, 11 April 2023 05:00:13
Bisa bertemu lagi dengan bulan agung Ramadan 1444 H ini, kita harus benar-benar bersyukur. Ini adalah jawaban Allah SWT terhadap doa yang kita panjatkan sejak bulan Rajab silam.
Doa itu berbunyi:
Allahumma baariklanaa fi Rajaba wa Sya’bana wa ballighnaa Ramadan. Setelah doa kita diijabah Allah SWT, lalu apa yang semestinya kita lakukan dalam mengisi bulan puasa ini? Tentu tidak lain kita harus mengisinya dengan hal-hal yang berkualitas.
Dalam hal beribadah, kita harus memasang niat dan tekad yang kuat untuk memanfaatkan bulan Ramadan ini dengan memanfaatkan setiap jengkal waktu yang ada untuk mencapai nilai pahala tertinggi.
Hal itu mengingat dalam bulan ini siapa saja yang melakukan amalan sunnah maka pahalanya sama dengan menjalankan ibadah wajib di bulan lain. Sedangkan menjalankan ibadah wajib di bulan ini pahalanya berlipat 70 kali dibanding melakukannya di bulan lain. Bahkan menjalani ibadah Puasa di bulan Ramadan itu sendiri pahalanya dijanjikan oleh Allah tak terbilang banyaknya
wa anaa ‘ajzi bihi.

Bagi kita yang masih dalam usia menuntut ilmu, maka kita harus memanfaatkan waktu di bulan Ramadan ini dengan seefektif mungkin. Bagi yang berada di bangku sekolah atau madrasah, mungkin dengan memasang target, selama bulan Ramadan ini saya harus menguasai bab ini dan itu. Begitupun dalam pelajaran sains atau dalam pelajaran sosial.
Bagi yang berada di pondok pesantren lazim dengan jadwal mengaji yang ketat, dengan target harus khatam kitab fiqh ini, atau kitab tafsir ini, atau kitab hadits ini, dan seterusnya.
Demikian pula bagi kita yang dalam keseharian menjalani pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kita. Bekerja pada orang lain, atau di perusahaan, atau di perkantoran, di rumah sendiri, atau di mana saja, kita harus membuang jauh-jauh yang namanya kemalasan.
Yang harus kita pahami adalah bahwa sesungguhnya beribadah di bulan agung ini identik dengan kedisiplinan, ketertiban dan target tinggi. Kedisiplinan di bulan ini sebagaimana tercermin dalam sikap kita harus memperhatikan betul kapan waktunya imsak, kapan waktunya berbuka, dst.Lebih dari itu, setiap kaum muslimin pasti bercita-cita ingin mendapatkan keberkahan malam lailatul qadar yang kebaikannya melebihi beribadah selama seribu bulan. Maka untuk mendapatkannya tentu siapa pun harus memperhatikan soal waktu kapan perkiraan turunnya malam agung tersebut.Ketertiban tercermin pada pola ibadah kita yang kesemuanya harus kita lakukan dengan cermat supaya bisa terlaksana dengan maksimal dan seimbang. Keseimbangan ini harus kita jaga demi terlaksananya mana yang ibadah
mahdlah dan mana yang
ghairu mahdlah.Ini menjadi penting supaya kita bisa sama-sama menunaikan ibadah dalam koridor kesalehan individu dan juga ibadah dalam koridor kesalehan sosial. Atau dengan ungkapan lain, terlaksananya
hablun minallah dan
hablun minannaas secara berimbang.Sedangkan, target tinggi tentu sudah menjadi ciri umum bagi para pekerja profesional. Dengan memasang target pencapaian kinerja yang tinggi, maka berlaku pemahaman hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hari esok harus lebih baik dari hari ini, dan seterusnya.Disiplin tinggi, ketertiban, dan kecermatan, serta target tinggi adalah ciri-ciri dari bekerja keras. Maka sesungguhnya dalam hal ini harus menjadi pemahaman kita bahwa selama menjalani ibadah puasa harus jauh dari kemalasan dan keterlambatan.Kita harus mampu membuktikan bahwa di dalam menjalani ibadah puasa tidak boleh identik dengan istilah
klemar-klemer kaya tuma gombal. Istilah ini dahulu dipakai Belanda untuk menyebut orang Islam yang sedang beribadah puasa, sebuah pandangan negatif untuk menganggap bahwa orang yang berpuasa identik dengan kemalasan. Itu dulu, wallaah a’lam. Editor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_370144" align="alignleft" width="150"]

Ketua PCNU Blora HM Fatah[/caption]
Bisa bertemu lagi dengan bulan agung Ramadan 1444 H ini, kita harus benar-benar bersyukur. Ini adalah jawaban Allah SWT terhadap doa yang kita panjatkan sejak bulan Rajab silam.
Doa itu berbunyi:
Allahumma baariklanaa fi Rajaba wa Sya’bana wa ballighnaa Ramadan. Setelah doa kita diijabah Allah SWT, lalu apa yang semestinya kita lakukan dalam mengisi bulan puasa ini? Tentu tidak lain kita harus mengisinya dengan hal-hal yang berkualitas.
Dalam hal beribadah, kita harus memasang niat dan tekad yang kuat untuk memanfaatkan bulan Ramadan ini dengan memanfaatkan setiap jengkal waktu yang ada untuk mencapai nilai pahala tertinggi.
Hal itu mengingat dalam bulan ini siapa saja yang melakukan amalan sunnah maka pahalanya sama dengan menjalankan ibadah wajib di bulan lain. Sedangkan menjalankan ibadah wajib di bulan ini pahalanya berlipat 70 kali dibanding melakukannya di bulan lain. Bahkan menjalani ibadah Puasa di bulan Ramadan itu sendiri pahalanya dijanjikan oleh Allah tak terbilang banyaknya
wa anaa ‘ajzi bihi.

Bagi kita yang masih dalam usia menuntut ilmu, maka kita harus memanfaatkan waktu di bulan Ramadan ini dengan seefektif mungkin. Bagi yang berada di bangku sekolah atau madrasah, mungkin dengan memasang target, selama bulan Ramadan ini saya harus menguasai bab ini dan itu. Begitupun dalam pelajaran sains atau dalam pelajaran sosial.
Bagi yang berada di pondok pesantren lazim dengan jadwal mengaji yang ketat, dengan target harus khatam kitab fiqh ini, atau kitab tafsir ini, atau kitab hadits ini, dan seterusnya.
Demikian pula bagi kita yang dalam keseharian menjalani pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kita. Bekerja pada orang lain, atau di perusahaan, atau di perkantoran, di rumah sendiri, atau di mana saja, kita harus membuang jauh-jauh yang namanya kemalasan.
Yang harus kita pahami adalah bahwa sesungguhnya beribadah di bulan agung ini identik dengan kedisiplinan, ketertiban dan target tinggi. Kedisiplinan di bulan ini sebagaimana tercermin dalam sikap kita harus memperhatikan betul kapan waktunya imsak, kapan waktunya berbuka, dst.
Lebih dari itu, setiap kaum muslimin pasti bercita-cita ingin mendapatkan keberkahan malam lailatul qadar yang kebaikannya melebihi beribadah selama seribu bulan. Maka untuk mendapatkannya tentu siapa pun harus memperhatikan soal waktu kapan perkiraan turunnya malam agung tersebut.
Ketertiban tercermin pada pola ibadah kita yang kesemuanya harus kita lakukan dengan cermat supaya bisa terlaksana dengan maksimal dan seimbang. Keseimbangan ini harus kita jaga demi terlaksananya mana yang ibadah
mahdlah dan mana yang
ghairu mahdlah.
Ini menjadi penting supaya kita bisa sama-sama menunaikan ibadah dalam koridor kesalehan individu dan juga ibadah dalam koridor kesalehan sosial. Atau dengan ungkapan lain, terlaksananya
hablun minallah dan
hablun minannaas secara berimbang.
Sedangkan, target tinggi tentu sudah menjadi ciri umum bagi para pekerja profesional. Dengan memasang target pencapaian kinerja yang tinggi, maka berlaku pemahaman hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hari esok harus lebih baik dari hari ini, dan seterusnya.
Disiplin tinggi, ketertiban, dan kecermatan, serta target tinggi adalah ciri-ciri dari bekerja keras. Maka sesungguhnya dalam hal ini harus menjadi pemahaman kita bahwa selama menjalani ibadah puasa harus jauh dari kemalasan dan keterlambatan.
Kita harus mampu membuktikan bahwa di dalam menjalani ibadah puasa tidak boleh identik dengan istilah
klemar-klemer kaya tuma gombal. Istilah ini dahulu dipakai Belanda untuk menyebut orang Islam yang sedang beribadah puasa, sebuah pandangan negatif untuk menganggap bahwa orang yang berpuasa identik dengan kemalasan. Itu dulu, wallaah a’lam.
Editor: Zulkifli Fahmi