Gula Impor Ancam Produksi Gula di Jateng
Umar Hanafi
Senin, 17 Juli 2023 15:05:00
Murianews, Pati – Pengurus Daerah Jawa Tengah Forum Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Indonesia Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPPP-SPSI) mengatakan keberadaan gula impor mengancam produksi gula Jawa Tengah.
Ketua FSPPP-SPSI Jawa Tengah Joko Ampe Riyanto mengatakan kehadiran gula impor tidak hanya mengancam harga gula hingga petani tebu sebagai kalangan bawah dalam industri gula. Ancaman lain dapat merambah di tingkat produksi skala besar.
”Dampaknya bahkan menyebabkan jumlah pabrik gula lokal semakin menyusut akibat berhenti produksi. Termasuk di Jawa Tengah,” kata Joko.
Ia mengatakan gula impor berjenis raw sugar dan gula rafinasi telah menjadi ancaman sejak awal tahun 2000-an. Harga murah yang ditawarkan gula jenis ini telah berdampak pada persaingan di pasaran.
”Jenis gula ini dapat menghancurkan produksi gula kita. Sifatnya yang tidak dapat disimpan terlalu lama membuat gula jenis ini harus dijual sangat murah sekali. Mereka harus dijual semurah-murahnya termasuk ke Indonesia,” kata Joko.
Berdasarkan data, hadirnya gula jenis ini juga mempengaruhi jumlah pabrik gula di Jawa Tengah menyusut. Awalnya terdapat 17 pabrik gula yang tersebar di Jawa Tengah, namun kini hanya terdapat delapan pabrik yang masih aktif.
Hanya saja jumlah pabrik yang masih eksis produksi tersisa hanya lima pabrik. Mulai dari PG Trangkil dan Pakis (Kabupaten Pati), PG Rendeng (Kabupaten Kudus), PG Gendis Manis (Kabupaten Blora), dan PG Cepiring (Kabupaten Kendal).
”Memang berhenti produksinya para pabrik bukan hanya faktor gula impor saja. Namun banyaknya kedua jenis gula ini dapat menjadi salah satu tantangan terbaru saat ini,” terang dia.
Joko khawatir dengan banyaknya raw sugar maupun gula rafinasi dari Brazil, Thailand maupun Australia menjadikan ketergantungan akan kebutuhan gula jenis ini di Indonesia.
Apalagi ketiga negara sebagai pemasok utama tersebut sering kelebihan produksi yang berakibat pola pengiriman mereka juga semakin meningkat.
Situasi ini juga diperburuk dengan lemahnya pengawasan dan penegakkan regulasi dari pemerintah. Aturan dari pemerintah yang melarang kedua jenis gula ini untuk dijual belikan langsung ke masyarakat ternyata tidak berjalan semestinya.
”Kenyataan banyak kebocoran, banyak toko retail yang masih menjual gula rafinasi. Kondisi ini tentu memukul temen-temen petani,” lanjut Joko.
Kondisi ini menjadi ketakutan Joko dalam industri gula di Jawa Tengah. Potensi harga gula yang anjlok sama artinya turunnya petani tebu dan berhentinya pabrik gula di Jawa Tengah.
”Bila ini terus terjadi akan berakibat pada sektor ekonomi kita. Kita akan dijajah oleh Brazil, Australia dan Thailand sebagai produsen kedua jenis gula tersebut,” pungkas Joko.
Editor: Supriyadi
Murianews, Pati – Pengurus Daerah Jawa Tengah Forum Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Indonesia Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPPP-SPSI) mengatakan keberadaan gula impor mengancam produksi gula Jawa Tengah.
Ketua FSPPP-SPSI Jawa Tengah Joko Ampe Riyanto mengatakan kehadiran gula impor tidak hanya mengancam harga gula hingga petani tebu sebagai kalangan bawah dalam industri gula. Ancaman lain dapat merambah di tingkat produksi skala besar.
”Dampaknya bahkan menyebabkan jumlah pabrik gula lokal semakin menyusut akibat berhenti produksi. Termasuk di Jawa Tengah,” kata Joko.
Ia mengatakan gula impor berjenis raw sugar dan gula rafinasi telah menjadi ancaman sejak awal tahun 2000-an. Harga murah yang ditawarkan gula jenis ini telah berdampak pada persaingan di pasaran.
”Jenis gula ini dapat menghancurkan produksi gula kita. Sifatnya yang tidak dapat disimpan terlalu lama membuat gula jenis ini harus dijual sangat murah sekali. Mereka harus dijual semurah-murahnya termasuk ke Indonesia,” kata Joko.
Berdasarkan data, hadirnya gula jenis ini juga mempengaruhi jumlah pabrik gula di Jawa Tengah menyusut. Awalnya terdapat 17 pabrik gula yang tersebar di Jawa Tengah, namun kini hanya terdapat delapan pabrik yang masih aktif.
Hanya saja jumlah pabrik yang masih eksis produksi tersisa hanya lima pabrik. Mulai dari PG Trangkil dan Pakis (Kabupaten Pati), PG Rendeng (Kabupaten Kudus), PG Gendis Manis (Kabupaten Blora), dan PG Cepiring (Kabupaten Kendal).
”Memang berhenti produksinya para pabrik bukan hanya faktor gula impor saja. Namun banyaknya kedua jenis gula ini dapat menjadi salah satu tantangan terbaru saat ini,” terang dia.
Joko khawatir dengan banyaknya raw sugar maupun gula rafinasi dari Brazil, Thailand maupun Australia menjadikan ketergantungan akan kebutuhan gula jenis ini di Indonesia.
Apalagi ketiga negara sebagai pemasok utama tersebut sering kelebihan produksi yang berakibat pola pengiriman mereka juga semakin meningkat.
Situasi ini juga diperburuk dengan lemahnya pengawasan dan penegakkan regulasi dari pemerintah. Aturan dari pemerintah yang melarang kedua jenis gula ini untuk dijual belikan langsung ke masyarakat ternyata tidak berjalan semestinya.
”Kenyataan banyak kebocoran, banyak toko retail yang masih menjual gula rafinasi. Kondisi ini tentu memukul temen-temen petani,” lanjut Joko.
Kondisi ini menjadi ketakutan Joko dalam industri gula di Jawa Tengah. Potensi harga gula yang anjlok sama artinya turunnya petani tebu dan berhentinya pabrik gula di Jawa Tengah.
”Bila ini terus terjadi akan berakibat pada sektor ekonomi kita. Kita akan dijajah oleh Brazil, Australia dan Thailand sebagai produsen kedua jenis gula tersebut,” pungkas Joko.
Editor: Supriyadi