Rabu, 19 November 2025


Salah satunya, Mbah Cungkrung melarang para pengikutnya bermewah-mewahan, seperti menanggap wayang maupun gamelan. Tujuannya, agar warga tidak terlena dengan kehidupan duniawi dan melupakan akhirat.

’’Beliau tasawuf. Orang tasawuf itu kan tidak pamer. Melakukan ibadah mahdhah. Soal kesenian beliau tidak seperti Sunan Kalijaga. Beliau menolak gamelan dan wayang kulit. Ramai-ramai tidak boleh. Jadi meninggalkan keduniawian. Zuhud,’’ tutur Ketua Yayasan Baiturrohim Desa Sukoharjo, Amal Hamzah.

Baca: Mbah Cungkrung, Murid Sunan Muria Penyebar Islam di Pati

Sebagian besar warga asli Gambiran masih mematuhi larangan itu. Namun, sejak 2000an, banyak warga pendatang yang tinggal di Gambiran melanggar larangan itu.

’’Orang Gambiran tidak boleh menanggap wayang dan gamelan. Tapi mulai tahun 2000-an larangan itu sudah dilanggar. Tetapi yang mendatangkan (melanggar) pendatang. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa,’’ kata lelaki yang juga penggiat sejarah ini.

Warga setempat mempercayai, Mbah Cungkrung merupakan murid Sunan Muria. Beliau wafat pada 1547 masehi. Ajaran tasawuf yang dilakoninya itu diperoleh dari Sunan Muria yang dikenal ahli tasawuf.

’’Beliau diperkirakan hidup sekitar 1500-an hingga awal 1600-an. Ia dimakamkan di samping selatan Masjid Baiturrohim, Dukuh Gambiran,’’ ujar pensiunan guru SMAN 1 Pati ini.Baca: Kapolres Rembang AKBP Dandy Jadi Wakapolresta PatiSetelah berguru pada Sunan Muria, Mbah Cungkrung lalu mengembara dan menyebarkan Islam di Gambiran. Ini membuat wilayah itu sempat menjadi pusat penyebaran Islam di Pati.Ini dibuktikan dengan keberadaan Masjid Baiturrohim dan sejumlah makam di daerah tersebut. Masjid Baiturrohim diyakini sebagai masjid tertua di Kabupaten Pati yang masih berdiri hingga kini.’’Jadi di sini menjadi tempat awal Islam di Kabupaten Pati sebelum dipindahkan ke Alun-Alun Pati. Di sini menjadi pusat penyebaran Islam,’’ pungkas dia. Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler