Rabu, 19 November 2025

Murianews, Pati – Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Kabupaten Pati mencatat sejumlah lahan persawahan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng) mengalami kekeringan. Ini mengakibatkan 8.500 hektare sawah gagal panen.

Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Pati, Nikentri Meiningrum menyebutkan pada masa tanam (MT) tiga hanya sebagai lahan persawahan yang mampu produktif.

Sementara sisanya dinyatakan tidak lagi produktif karena mengalami gagal panen atau justru memilih jenis komoditas lain.

”Untuk yang saat MT tiga saat ini hanya sedikit yang panen kalau dibandingkan dengan MT pertama dan kedua,” ungkapnya.

Produksi gabah di Kabupaten Pati pun mengalami penurunan. Ia menerangkan rata-rata produksi yang dihasilkan setiap hektar lahan persawahan mencapai 6 hingga 10 ton di musim kemarau kali ini. 

Sementara saat musim hujan, produksi gabah bisa mencapai 12 ton per hektare. Nikentri menyebut penurunan produksi disebabkan berbagai macam hal, yang salah satu faktornya yakni terhambat saluran irigasi di musim kemarau saat ini.

Terlebih lagi lahan persawahan yang berada di wilayah Pati selatan, dimana kebanyakan wilayah tersebut masih menggunakan sistem tadah hujan dengan mengandalkan air hujan.

”Rata-rata produksi panen sampai 6 ton per hektar, ada juga yang capai 10 hektar. Lahan-lahan tidak panen ya memang musim kemarau jadi terkendala irigasi pengairan,” ujarnya.

Lebih lanjut, kondisi tersebut juga berpengaruh pada lonjakan harga gabah kering di wilayah Kabupaten. Yang mana musim kemarau kali ini harga gabah kering capai Rp 6000 per kilogramnya.

Sementara jika dibanding saat MT dua lalu, terdapat kenaikan hingga Rp 1.200 yakni Rp4.800 per kilogram. 

”Akibatnya ada lonjakan harga gabah, kalau dari MT 2 lalu 4.800 per kilogram. Untuk saat ini capai 6000 setiap kilogram gabah kering,” jelas Nikentri. 

Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Kabupaten Pati Martinus Budi Prasetya menambahkan, jumlah lahan yang mengalami kekeringan sudah lebih cukup untuk menaikkan status kebencanaan dari siaga menjadi tanggap darurat bencana.

”Berdasarkan Perbub nomor 5 tahun 2021, status tanggap darurat ada cakupan kekeringan di lokasi tertentu. Terus lahan yang kekeringan minimal 1200 hektare mengalaminya kekeringan. Paling sedikit 3 desa mengalami kekeringan dan air minum,” tutur Martinus. 

 

Editor: Cholis Anwar

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler