Selasa, 28 November 2023

Peneliti: Rokok Berperasa Picu Melonjaknya Perokok di Indonesia

Zulkifli Fahmi
Sabtu, 1 Juli 2023 18:09:27
Maklumat larangan merokok yang dikeluarkan kerajaan Brunei Darussalam. (Murianews/Budi Santoso)
Murianews, Kudus – Dewasa ini, banyak beredar rokok berperasa. Mulanya, ada rokok berperasa menthol dan kopi cappuccino. Kini, justru muncul rokok berasa lemon, teh, hingga blueberry.

Ternyata keberadaan rokok berperasa itu memicu bertambahnya jumlah perokok di Indonesia. Kondisi itu tentunya berseberangan dengan misi Indonesia mengurang prevalensi perokok.

Itu terungkap dalam hasil riset yang dilakukan Institute of Global Tobacco Control (IGTC) di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.

Baca: Rokok Ilegal Asal Indonesia Justru Jadi Primadona di Brunei

Melansir Suara.com, Sabtu (1/7/2023), rokok berperasa itu karena adanya tambahan kandungan kimia. Akibatnya, risiko terkena kanker paru, serangan jantung, edema paru atau paru berdarah, hingga infertilitas pada perokok berperasa ini makin tinggi.

’’Berbagai perasa kimiawi dipasarkan pada konsumen di Indonesia, di antaranya ada senyawa cengkeh seperti eugenol, menthol, dan perasa kimiawi tambahan lainnya. Menghisap eugenol, yakni bahan kimia utama pada rokok kretek menyebabkan paparan partikulat, nikotin, tar dan karbon monoksida pada setiap batangnya lebih tinggi dibandingkan bahaya kesehatan yang sudah ada di rokok putih,’’ tulis keterangan penelitian tersebut.

Di Indonesia sendiri, masih belum ada larangan produk rokok berperasa tersebut. Akibatnya, pasar makin dibanjiri dengan produk rokok berperasa.

Belum lagi, jumlah perokok di Indonesia sudah mencapai 68 juta. Itu, belum termasuk perokok anak yang juga jadi masalah.

Pada 2020, sekitar 38 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas adalah perokok dan 72 persen di antaranya merupakan lelaki.

Jika pemerintah tak segera mengambil langkah terkait rokok berperasa ini, maka angka perokok di Indonesia makin meningkat. Bahkan kebanyakan perokok ini mengonsumsi rokok kretek dengan campuran cengkeh.

Baca: Jasa Kirim Barang di Kudus Sering jadi Modus Peredaran Rokok Ilegal

’’Perasa meningkatkan daya tarik produk tembakau dan tingkat konsumsinya. Hal ini cukup jelas dari hubungan antara keberadaan zat perasa di produk tembakau dengan biaya kesehatan dan sosial yang menghabiskan sekitar US$ 1.6 juta pada tahun 2019 dan jumlah kematian yang berkaitan dengan tembakau sekitar 225.000 per tahun,’’ ujar Peneliti IGTC, Beladenta Amalia.

IGTC melakukan penelitian terkait rokok berperasa ini pada kurun waktu 2021 hingga 2022. Caranya, yakni dengan membeli 24 jenis merek kretek dan 9 jenis merek rokok putih. Peneliti kemudian mencari kadar kandungan perasa kimia di tiap batangnya.

Tidak kurang dari 180 perasa kimia individual yang diteliti. Di antaranya, eugenol yakni senyawa perasa cengkeh, empat jenis senyawa cengkeh yang lain, dan menthol.

Kandungan eugenol yang signifikan terdeteksi pada 24 merek kretek, berkisar antara 2,8 hingga 33,8 miligram per batang, namun tidak ditemukan di semua merek rokok putih.

Sedangkan mentol terdeteksi pada 14 dari 24 jenis kretek, dengan tingkat yang bervariasi antara 2,8 hingga 12,9 miligram per batang. Selain itu, mentol juga ditemukan pada 5 dari 9 merek rokok putih, dengan nilai dari 3,6 hingga 10,8 miligram batang.

Perasa kimia lainnya, seperti rasa buah-buahan, juga ditemukan pada banyak kretek dan rokok putih yang diteliti.

Harapannya, penelitian ini bisa mendorong pelarangan rokok berperasa di Indonesia untuk mencegah bertambahnya jumlah perokok. Apalagi jika kebijakan ini diterpkan bisa meningkatkan peluang berhenti merokok yang sedang diperjuangkan pemerintah Tanah Air.

’’Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para pembuat kebijakan di Indonesia untuk mengatasi masalah daya tarik kretek dan produk tembakau lainnya dengan melarang penggunaan perasa kimia. Terlebih dengan adanya kaitan antara bahan tersebut dengan meningkatnya penggunaan tembakau dan biaya-biaya sosial terkait,’’ tutup keterangan penelitian tersebut.

Komentar