Rabu, 19 November 2025

Murianews, Bogor – Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta laporan terkait dana kampanye ilegal diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Itu diungkapkannya usai membuka Jembatan Otista di Baranangsiang, Kota Bogor, Selasa (19/12/2023).

Di kesempatan itu, Jokowi meminta agar semua transaksi ilegal yang berkaitan dengan dana kampanye dicek. Bilamana tak sesuai aturan, maka harus diproses secara hukum.

”Semua yang ilegal, dilihat saja. Kalau enggak sesuai aturan, nanti ada proses hukumnya,” kata Jokowi seperti disiarkan di Kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Diketahui, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya transaksi janggal yang keluar pada jelang Pemilu 2024. Nilai transaksinya mencapai Rp 500 miliar.

Temuan itu kemudian diinformasikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (12/12/2023). Dalam keterangannya, PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi digunakan untuk penggalangan suara.

Melansir dari Tempo.co, sebelumnya, PPATK melacak transaksi mencurigakan di lebih dari 6.000 rekening peserta pemilu dan pengurus partai yang nilainya triliunan rupiah.

Uang tersebut diduga berasal dari sejumlah tindak pidana, seperti seperti penambangan ilegal, perambahan hutan, penyelundupan satwa liar, dan TPPU.

Selain itu, ada juga dana kampanye yang bersumber dari penyalahgunaan fasilitas pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di salah satu daerah, Jawa Tengah.

Terkait informasi itu, Komisioner KPU Idham Holik menyatakan tidak ada mengenai dugaan penyalahgunaan aliran dana BPR salah satu daerah di Jawa Tengah ke simpatisan partai dan diduga mengucur ke Koperasi Garudayaksa Nusantara.

”KPU tidak menerima data rincian transaksi keuangan apa pun selain surat tersebut,” kata Idham, Sabtu, (16/12/2023).

Idham menjelaskan, dalam surat PPATK ke KPU tersebut hanya menjelaskan ada transaksi keuangan masuk dan keluar di rekening bendahara partai politik pada periode April-Oktober 2023. Jumlah transaksi itu mencapai ratusan miliar rupiah.

”PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia,” kata Idham.

Komentar