Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – The New York Times mengungkapkan kekhawatirannya bila pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memenangi Pilpres 2024 di Indonesia.

Kekhawatiran itu dituangkan dalam tulisan berjudul Why This Presidential Front-Runner Is Stirring Fears of the ‘Death of Democracy’ atau yang berarti Mengapa Calon Presiden Ini Menimbulkan Ketakutan akan 'Matinya Demokrasi’.

Tulisan laporan Sui-Lee Wee itu terbit Minggu (21/1/2024). Di mana, saat itu KPU RI menyelenggarakan Debat Pilpres 2024 keempat.

Media massa terkemuka di Amerika Serikat itu mengungkapkan, Prabowo Subianto berharap bisa berkuasa menggantikan mertuanya, Soeharto yang disebutnya diktator lama Indonesia.

New York Times juga menyebut rekam jejak kelam Prabowo. Di mana, ia memerintahkan pencullikan aktivis pro-demokrasi.

”Dia dituduh melakukan kekejaman selama pendudukan militer di Timor Timur. Dia mengatakan pemilu bertentangan dengan budaya negaranya,” tulis New York Times.

Dalam laporannya, New York Times kemudian mengulas kekhawatiran beberapa pihak bila Prabowo Subianto memenangi Pilpres 2024.

Salah satunya diungkapkan Direktur Setara Institute, Hendardi. Ia mengungkapkan, pihaknya sudah lama menentang Prabowo. Ia khawatir bila Prabowo menang, demokrasi di Indonesia akan mati.

”Yang akan terjadi adalah matinya demokrasi. Kami sudah lama menentang Prabowo,” katanya dikutip dari New York Times.

Hendardi juga mengungkapkan, dengan kekuatan yang terbatas, pihaknya masih bisa mencegahnya untuk maju dan memenangi Pilpres. Namun, kali ini Prabowo justru mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.

New York Times juga mengulas apa yang disampaikan dalam Debat Pilpres 2024 ketiga, dengan tema Pertahanan. Dalam debat itu, Prabowo berbicara tentang perlunya mengembangkan militer yang kuat, mengatakan tanpa itu, sebuah bangsa ‘akan hancur’ seperti di Gaza hari ini.

Menurut New York Times, banyak orang Indonesia menyebut Prabowo adalah simbol dari 32 pemerintahan Soeharto.

”Bagi banyak orang Indonesia, Prabowo adalah simbol pemerintahan 32 tahun Soeharto. Setelah penggulingan Suharto tahun 1998, ia diberhentikan dari militer Indonesia setelah angkatan bersenjata menemukan bahwa ia terlibat dalam penculikan dan penyiksaan aktivis pro-demokrasi. Lebih dari selusin masih hilang dan dikhawatirkan tewas,” ulas New York Times.

Selama ini Prabowo berusaha mentransformasikan personanya, dari sosok militer tegas dan dibayangi kekuasaan Soeharto menjadi sosok yang gemoy.

Strategi ini digunakan untuk memikat masyarakat, terutama pada kalangan Gen Z. Sebab, kalangan Gen Z masih belum banyak yang memahami historis dari dugaan pelanggaran HAM semasa Soeharto berkuasa hingga kejatuhannya.

“Namun dari performa saat dan pasca dua kali debat, jati diri Prabowo yang gemoy ini seakan runtuh dengan sikapnya yang emosional, tidak sabaran dalam merespons pernyataan-pernyataan capres lain. Ini tentu memberikan impresi kepada publik tentang gaya kepemimpinan yang cenderung otoriter,” ujar Ambang Priyonggo, pengamat media dan politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) seperti dikutip dari Suara.com, Kamis (24/1/2024).

Fakta lainnya, Prabowo juga melaju dalam kontestasi Pilpres 2024 ini dengan menggandeng Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang masih berkuasa.

”Hal ini menimbulkan nuansa psikologi sosial dan politik yang makin meneguhkan kekhawatiran akan munculnya kekuasaan seperti era Orba jika dia memenangkan pilpres ini,” ungkap Ambang.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler