MUI: YouTuber dan Selebgram Wajib Bayar Zakat
Zulkifli Fahmi
Jumat, 31 Mei 2024 08:54:00
Murianews, Jakarta – Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan seluruh pelaku ekonomi kreatif digital, termasuk YouTuber dan Selebgram, wajib membayar zakat.
Ketua MUI Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, forum Ijtima Ulama menilai teknologi digital sebagai alat yang memiliki potensi besar terus berkembang. Perkembangan itu juga selaras dengan manfaat sosial serta ekonomi bagi masyarakat.
Keputusan itu merespons penggunaan perkembangan digital di masyarakat yang makin masif. Termasuk, aktivitas digital yang menguntungkan.
Kendati begitu, ada beberapa pertimbangan bagi pelaku ekonomi kreatif digital dalam membayarkan zakatnya. Salah satunya, konten yang dihasilkan tidak melanggar syariah.
”Kewajiban zakat berlaku jika penghasilan telah mencapai nisab, yaitu senilai 85 gram emas, dan telah mencapai hawalan al haul (satu tahun) kepemilikan,” tambahnya seperti dilansir dari Antara, Jumat (31/5/2024).
Bila pendapatan belum mencapai hisab, maka penghasilannya akan dikumpulkan selama satu tahun dan baru dikeluarkan setelah mencapai nisab. Apabila mengikuti tahun hijriyah, maka besaran zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 persennya.
Namun, bila sulit menggunakan tahun hijriyah lantaran terkendala sistem pembukuan bisnis, maka tingkat zakat yang berlaku adalah sebesar 2,57 persen.
”Namun, perlu ditekankan kewajiban zakat ini hanya berlaku bagi aktivitas digital yang sesuai dengan syariat. Jika kontennya melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti fitnah, adu domba, pornografi, perjudian, dan hal-hal terlarang lainnya, maka itu dianggap haram,” tegasnya.
Niam juga menegaskan bahwa penghasilan dari Youtuber, selebgram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya yang kontennya bertentangan dengan ketentuan syariah adalah haram.
Acara Ijtima Ulama dihadiri oleh 654 peserta dari berbagai lembaga fatwa tingkat nasional, komisi fatwa MUI regional, pesantren tinggi yang mengkhususkan diri dalam ilmu fikih, fakultas syariah di perguruan tinggi Islam, perwakilan dari lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, cendekiawan Muslim, ahli hukum Islam, serta peneliti.
Murianews, Jakarta – Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan seluruh pelaku ekonomi kreatif digital, termasuk YouTuber dan Selebgram, wajib membayar zakat.
Ketua MUI Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, forum Ijtima Ulama menilai teknologi digital sebagai alat yang memiliki potensi besar terus berkembang. Perkembangan itu juga selaras dengan manfaat sosial serta ekonomi bagi masyarakat.
Keputusan itu merespons penggunaan perkembangan digital di masyarakat yang makin masif. Termasuk, aktivitas digital yang menguntungkan.
Kendati begitu, ada beberapa pertimbangan bagi pelaku ekonomi kreatif digital dalam membayarkan zakatnya. Salah satunya, konten yang dihasilkan tidak melanggar syariah.
”Kewajiban zakat berlaku jika penghasilan telah mencapai nisab, yaitu senilai 85 gram emas, dan telah mencapai hawalan al haul (satu tahun) kepemilikan,” tambahnya seperti dilansir dari Antara, Jumat (31/5/2024).
Bila pendapatan belum mencapai hisab, maka penghasilannya akan dikumpulkan selama satu tahun dan baru dikeluarkan setelah mencapai nisab. Apabila mengikuti tahun hijriyah, maka besaran zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 persennya.
Namun, bila sulit menggunakan tahun hijriyah lantaran terkendala sistem pembukuan bisnis, maka tingkat zakat yang berlaku adalah sebesar 2,57 persen.
”Namun, perlu ditekankan kewajiban zakat ini hanya berlaku bagi aktivitas digital yang sesuai dengan syariat. Jika kontennya melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti fitnah, adu domba, pornografi, perjudian, dan hal-hal terlarang lainnya, maka itu dianggap haram,” tegasnya.
Niam juga menegaskan bahwa penghasilan dari Youtuber, selebgram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya yang kontennya bertentangan dengan ketentuan syariah adalah haram.
Acara Ijtima Ulama dihadiri oleh 654 peserta dari berbagai lembaga fatwa tingkat nasional, komisi fatwa MUI regional, pesantren tinggi yang mengkhususkan diri dalam ilmu fikih, fakultas syariah di perguruan tinggi Islam, perwakilan dari lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, cendekiawan Muslim, ahli hukum Islam, serta peneliti.