Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus korupsi kuota haji tahun 2024, termasuk proses dan tarif agar mendapatkan kuota itu.

Pendalaman itu dilakukan KPK saat memeriksa Firman Muhammad Nur, Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Ampuri) sekaligus Direktur Utama PT Kafilah Maghfirah Wisata, Selasa (2/9/2025) lalu.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, Firman diperiksa bagaimana mendapatkan kuota tambahan, berapa yang diberangkatkan dari kuota tambahan, berapa biaya yang diminta agar mendapatkan kuota tambahan, dan mengapa yang daftar 2024 bisa langsung berangkat.

KPK juga melakukan pendalaman dengan materi yang sama saat memeriksa Staf PT Tisaga Multazam Utama Kushardono, dan Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya Agus Andriyanto yang juga berstatus saksi di kasus korupsi kuota haji 2023-2024.

Diketahui, KPK mulai menyidik kasus ini pada 9 Agustus 2025 lalu. Itu setelah KPK meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, 7 Agustus 2025.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan perhitungan awal kerugian negara yang mencapai Rp 1 triliun. KPK juga mencekal Yaqut dan dua orang lainnya untuk ke luar negeri.

Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI menyoroti pembagian kuota dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Padahal, dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

Komentar