Industri Rokok SKT Naikkan Angka Pekerja di Kudus
Anggara Jiwandhana
Jumat, 1 Desember 2023 15:10:00
Murianews, Kudus – Kabupaten Kudus, Jawa Tengah (Jateng), menjadi satu dari sejumlah daerah dengan produksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) terbanyak di Indonesia. Ada sebanyak 81 perusahaan rokok yang aktif memproduksi rokok golongan III itu.
Padat karya pun terjadi dimana-mana. Sukun, Djarum, Nojorono, hingga rokok-rokok golongan III di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) selalu menunjukkan aktivitas hampir di tiap harinya.
Karena inilah, di tiap hari, hiruk-pikuk Kudus sudah terasa sejak fajar tiba. Ketika ratusan hingga ribuan pengendara motor dan sepeda yang mayoritasnya adalah wanita, memakai baju yang sama dan pergi ke tempat yang sama, yakni ke sebuah pabrik rokok.
Ini, tidak terjadi di satu titik saja. Ketika berkeliling ke sembilan kecamatan di Kudus, akan menjumpai hal yang sama. Mereka adalah para pekerja rokok di banyak perusahaan di Kudus. Tak heran memang, Kudus memiliki julukan sebagai Kota Kretek.
Saat ini saja, para perusahaan rokok pun terus membuka lowongan sebagai buruh contong dan giling, pekerjaan khas SKT. Sehingga bisa jadi, angka pekerja di Kudus semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus, Jateng pun mengemukakan jika sektor manufaktur, khususnya industri rokok menjadi penampung terbesar pekerja di Kudus. Jumlahnya bahkan mencapai 50,96 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 473.290 orang di tahun 2023.
”Kalau kami berbicara manufaktur di sana tentu yang sangat mendominasi adalah perusahaan rokok, mereka sangat banyak menyerap tenaga kerja di sana, wanita pun sangat banyak yang akhirnya bekerja di sektor manufaktur tersebut,” ucap Kepala Badan Pusat Statistuk Kudus Eko Suharto, Jumat (1/12/2023).
Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Kudus pun ikut melakukan pendataan. Di mana pada tahun 2023 ini, terdapat sebanyak 8 ribu lebih pekerja rokok yang aktif. 90 persen di antaranya merupakan pekerja rokok SKT.
Jumlah tersebut pula yang kemudian diusulkan menerima bantuan langsung tunai (BLT) buruh rokok yang bersumber dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau. Dari tahun ke tahun, nominalnya pun sama yakni Rp 300 ribu per bulan dengan jumlah pencairan sebanyak enam kali.
Hal ini tentu sangat bisa meningkatkan kualitas hidup para pekerja rokok. Karena selain dari upah mereka per harinya, bantuan tunai ini secara tidak langsung menaikkan taraf hidup mereka dan mempengaruhi pola kebutuhan hidup mereka.
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah bahkan menyebut jika tingginya serapan kerja di kalangan wanita ini berdampak di segala sektor perekonomian.
Komoditas di sandang, pangan, papan, pun semuanya laris. Karena memang, pola hidup kerja menciptakan gaya hidup yang lumayan konsumtif sehingga roda ekonomi di Kota Kretek sangat berputar.
”Kami contohkan ketika bantuan langsung tunai dikucurkan saja, seketika pasar itu penuh. Roda ekonomi akibat uang dari para pekerja rokok bisa menghidupkan satu pasar yang awalnya sepi menjadi ramai, memang tidak setiap hari ini terjadi, tapi inilah salah satu dampak berkelanjutan dari adanya industri rokok ini,” ucap Ketua RTMM Kudus Subaan Abdul Rochman.
Menariknya, sambung Subaan, keberadaan industri rokok SKT memang membuat sebagian besar masyarakat memilih bekerja menjadi pekerja contong hingga linting dan giling. Namun hal yang tidak bisa terlewat dari pandangan adalah ketika industri SKT ini membuka aneka jenis lapangan pekerjaan di bidang jasa yang baru.
”Contoh kecilnya adalah banyak pihak yang kemudian berjualan makanan dengan sasaran para pekerja rokok, mereka memang berangkat pagi sehingga tidak cukup waktunya untuk memasak. Belum dengan pasar-pasar dadakan di area pabrik rokok, mereka adalah salah satu pihak yang merasakan dampak keberadaan SKT secara tidak langsung,” sambungnya.
Menyadari bahwa para pekerja rokok SKT ini sangat sentral, RTMM pun selalu berupaya melindungi para pekerja di bawah naungan serikat. Banyak dari mereka, kini mulai diikutsertakan ke jaminan-jaminan kesehatan hingga jaminan hari tua maupun jaminan kecelakaan kerja.
Dengan begitu, para pekerja rokok juga bisa menikmati jerih payahnya di masa sekarang dan tanpa khawatir akan masa depannya. Mengingat pabrik rokok tentu memiliki sejumlah pertimbangan untuk menerapkan standar batas usia pekerjanya.
”Saat ini terus berjalan, hasilnya juga sudah pernah ada yang merasakan ketika mereka mengalami kecelakaan kerja. Mereka mendapat kompensasinya dan juga tetap digaji melalui sistem dari BPJS Ketenagakerjaan,” pungkasnya.
Pemerintah Kabupaten Kudus sendiri, sangat diuntungkan dengan sehatnya industri SKT di Kota Kretek. Itu berkaitan dengan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang diterima Pemkab Kudus di tiap tahunnya.
Tahun ini saja, mereka menerima sebesar Rp 238 miliar lebih. Meski peruntukannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 215 /PMK.07 /2021 Tentang Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau.
Di mana 50 persen alokasi dana cukai digunakan untuk bidang kesejahteraan masyarakat. Kemudian 40 persen untuk bidang kesehatan dan 10 persen untuk penegakan hukum atau pengawasan, anggaran tersebut tetap dan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan masyarakatnya.
Pj Bupati Kudus Bergas Catursasi Penanggungan mengatakan, bukan hanya buruh rokoknya saja yang sejahtera, melainkan masyarakat-masyarakatnya yang juga ikut merasakan dampak tidak langsungnya.
Apalagi, prioritas penggunaan anggaran DBHCHT meliputi bidang kesehatan dan bidang kesejahteraan masyarakat, dan program-program membantu masyarakat kabupaten kudus seperti pemberian BLT, pembangunan jalan, pembayaran iuran JKN bagi masyarakat sesuai ketentuan, penanganan stunting.
”Kalau bicara manfaat tentu sudah sangat jelas bermanfaat. Asalkan penggunaannya tepat sasaran, semua pihak bisa merasakan betapa dana cukai ini sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kudus,” pungkasnya.
Editor: Cholis Anwar



