Pengamat Sayangkan Ada Politik Adu Domba di Pilkada Kudus 2024
Anggara Jiwandhana
Jumat, 22 November 2024 01:48:00
Murianews, Kudus – Pilkada Kudus 2024 mulai memanas belakangan ini. Politik identitas dengan tujuan adu domba pun mulai marak berseliweran di sosial media.
Pengamat Politik Herry Mendrofa pun menyayangkan hal seperti ini. Bahkan saat ini marak akun-akun buzzer yang memposting bernarasikan isu SARA dan berbau pornografi untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Ia pun menilai maraknya black campaign jelang Pilkada Kudus 2024 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satunya adalah karena kelemahan pengawasan penyelenggaraan pemilu. Mulai dari KPU hingga Bawaslu.
Penyelenggara Pilkada 2024 sepertinya lebih berfokus pada persoalan menuntaskan teknis pelaksanaan dibandingkan dengan pencegahan pelanggaran. Jadi black campaign di media sosial tidak termitigasi dengan baik,” katanya Jumat (22/11/2024)
Faktor lainnya, sambung dia, adalah karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menjangkau setiap sudut-sudut potensi pelanggaran. Sehingga menurutnya, hal tersebut harus dievaluasi secara berkala dan konsisten.
Ia menilai bahwa pelanggaran kampanye berupa black campaign atau semacamnya, marak terjadi karena kesadaran dan kualitas kandidat itu berbeda-beda dalam merespons cara berdemokrasi.
”Ada yang memahami pentingnya budaya politik yang edukatif namun tak jarang juga sebaliknya. Belum lagi persoalan lainnya disebabkan oleh uncontrolling terhadap tim kampanye atau bahkan simpatisan,” kata Herry.
Namun di satu sisi, black campaign terjadi karena adanya kandidat yang menganggap bahwa dengan cara tersebut, akan mempercepat perubahan preferensi politik publik atau persepsi publik terhadapnya.
Sehingga, menurutnya perlu ada kesadaran dari stakehoder terkait untuk mengembalikan kesadaran budaya politik, budaya demokrasi, budaya kompetisi di Indonesia.
Menurutnya, semua elemen mulai dari tim sukses (timses) hingga aparat penegak hukum seharusnya memiliki inisiatif untuk membangun kesadaran politik yang sehat di kalangan masyarakat, tak hanya KPU dan Bawaslu.
”Jika ruang-ruang publik ini masih mengakomodasi praktek-praktek black campaign atau semacamnya tentunya ini cukup memprihatinkan dan berpotensi dapat menimbulkan konflik dan adu domba masyarakat oleh oknum paslon yang haus kekuasaan,” pungkasnya.



