Mereka adalah HY yang merupakan konsultan perencana proyek tanah urug SIHT Kudus. Ia terbukti melakukan perencanaan dengan membengkakkan anggaran.
”Tentu kami pastikan tidak akan tebang pilih dalam kasus ini. Kami pun masih melakukan pendalaman terkait keterlibatan dari Disnaker Kudus dan para pihak yang melakukan sub pekerjaan, kalau mereka terbukti tentu statusnya akan naik sebagai tersangka,” kata Kajari Kudus Henriyadi W Putro, Senin (23/12/2024).
Murianews, Kudus – Kejaksaan Negeri Kudus atau Kejari Kudus, Jawa Tengah, memastikan tidak akan tebang pilih dalam pencarian dan penetapan tersangka di kasus korupsi SIHT Disnaker Kudus.
Saat ini, Kejari Kudus sendiri telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus korupsi SIHT Disnaker Kudus, tepatnya di proyek pengerjaan tanah urug tersebut.
Mereka adalah HY yang merupakan konsultan perencana proyek tanah urug SIHT Kudus. Ia terbukti melakukan perencanaan dengan membengkakkan anggaran.
Kemudian AAP merupakan pemenang E-Catalog untuk pengerjaan tanah urug SIHT Disnaker Kudus. Ia terbukti melakukan kerja sama ulang dengan pihak lain dengan nominal yang tidak sesuai kontrak.
”Tentu kami pastikan tidak akan tebang pilih dalam kasus ini. Kami pun masih melakukan pendalaman terkait keterlibatan dari Disnaker Kudus dan para pihak yang melakukan sub pekerjaan, kalau mereka terbukti tentu statusnya akan naik sebagai tersangka,” kata Kajari Kudus Henriyadi W Putro, Senin (23/12/2024).
Awal Kasus...
Kejaksaan Negeri atau Kejari Kudus, Jawa Tengah mengonfirmasi adanya tindak pidana korupsi atau tipikor di proyek SIHT Kudus milik Disnaker Perinkop UKM Kudus.
Adapun rincian dugaan tipikornya adalah bahwa pada tahun 2023 dinas ketenagakerjaan melakukan kegiatan pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) yang salah satunya terdapat pekerjaan Urug yang memiliki volume 43.223 m².
Selanjutnya, dalam pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan metode E-Katalog dengan pemenang AAP berkontrak dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.163.488.000 dengan harga satuan sebesar Rp 212.000.
Oleh direktur tersebut pekerjaannya tidak dikerjakan langsung, melainkan dikerjasamakan lagi dengan oknum bernama SK dengan nilai kontrak yang disunat sebesar Rp 4.041.350.500 (harga satuan Rp 93.500) tanpa sepengetahuan PPK
Yang paling parah, kemudian oleh oknum SK tersebut penyelesaianya kembali dikerjasamakan lagi dengan oknum AK dengan nominal yang kembali disunat dengan hanya menyisakan anggaran sebesar Rp 3.112.056.000 (harga satuan Rp 72.000) tanpa sepengetahuan PPK.
Selain itu ditemukan fakta bahwa bahan material yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak berasal dari kuwari sesuai dengan surat dukungan.