DPR Setujui RUU BUMN: Menteri dan Wamen Tak Boleh Jadi Pejabat BUMN
Anggara Jiwandhana
Jumat, 26 September 2025 13:42:00
Murianews, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Panitia Kerja (Panja) Komisi VI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
RUU BUMN ini memuat perubahan paling substansial sejak regulasi BUMN pertama kali diterbitkan, dengan mengubah hingga 84 pasal.
Ketua Panja RUU BUMN Andre Rosiade menekankan, perubahan ini bertujuan merombak tata kelola BUMN secara mendasar, mulai dari struktur jabatan hingga pengawasan.
Salah satu poin krusial adalah larangan rangkap jabatan bagi Menteri atau Wakil Menteri untuk menduduki posisi Direksi, Komisaris, atau Dewan Pengawas di BUMN.
Ketentuan ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menuntut pemisahan fungsi eksekutif dengan pengelolaan perusahaan negara.
Lebih lanjut, revisi ini secara tegas menetapkan jika pejabat di lingkungan BUMN (Direksi dan Komisaris) kini berstatus sebagai penyelenggara negara. Status baru ini mewajibkan mereka mematuhi standar integritas dan akuntabilitas publik yang lebih ketat.
”Ada 84 pasal yang diubah dalam revisi ini, mulai dari aturan jabatan, mekanisme keuangan, hingga penguatan peran pengawasan,” kata Andre saat rapat Komisi VI di Jakarta, sebagaimana dilansir dari Antara Jumat (26/9/2025).
Poin lainnya...
Poin lainnya yakni pembentukan Badan Pengaturan BUMN (BPBUMN) sebagai lembaga baru. Penambahan kewenangan dalam mengoptimalkan peran BUMN, serta pengaturan dividen saham seri A dwiwarna yang dikelola BPBUMN atas persetujuan Presiden.
Revisi juga menghapus aturan yang sebelumnya tidak mengakui direksi, komisaris, dan dewan pengawas sebagai penyelenggara negara.
Andre menambahkan, Panja memasukkan aturan kesetaraan gender agar perempuan dapat menduduki jabatan direksi, komisaris, maupun posisi manajerial di lingkungan BUMN.
Selain itu, RUU juga memperkuat aspek transparansi melalui kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan audit serta pengaturan perpajakan transaksi yang melibatkan holding operasional, holding investasi, maupun pihak ketiga.
RUU ini selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan.



