Kamis, 20 November 2025

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan sejumlah masukan terkait dampak kebijakan ini. Terutama berkait dengan Hak Pendidikan Siswa Non-Muslim, jika kebijakan libur penuh diterapkan, siswa non-Muslim dikhawatirkan kehilangan layanan pendidikan yang seharusnya tetap berjalan.

Kesejahteraan Guru Swasta juga menjadi perhatian jika ada kebijakan libur sekolah saat Ramadhan. Guru swasta berpotensi mengalami pengurangan gaji karena orang tua mungkin keberatan membayar SPP selama siswa diliburkan.

Risiko Learning Loss juga disampaikan P2G sebagai hal yang perlu diperhatikan. Libur panjang dapat memperburuk ketertinggalan pembelajaran siswa, terutama dalam kondisi pasca-pandemi.

Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menyarankan agar kebijakan tersebut mengakomodasi opsi seperti modifikasi jam belajar selama Ramadan. Opsi ini dinilai lebih akomodatif untuk semua pihak.

"Sekolah bisa mengurangi durasi pelajaran, menggeser jam masuk lebih siang, atau menyelenggarakan program Pesantren Ramadan," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Agama, HR Muhammad Syafi’i, membenarkan adanya wacana libur penuh selama Ramadan untuk sekolah di bawah naungan Kementerian Agama, seperti madrasah dan pondok pesantren. Namun, kebijakan ini masih dalam tahap kajian.

“Kami meminta masyarakat bersabar. Keputusan ini akan mempertimbangkan semua aspek, baik kebutuhan spiritual maupun akademik,” tegas Menteri Agama Nasaruddin Umar.

Keputusan akhir diharapkan dapat memberikan solusi terbaik yang mengedepankan keseimbangan antara kebutuhan pendidikan dan pelaksanaan ibadah Ramadan. Dengan pengumuman resmi yang segera dirilis, masyarakat diminta untuk menunggu arahan lebih lanjut.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler