Bahtsul Masail PBNU Tolak Pasal Tembakau Sama dengan Narkoba di RUU Kesehatan
Cholis Anwar
Senin, 8 Mei 2023 16:26:55
Pada Pasal 154 Ayat (3) tersebut berbunyi, "zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: (a). narkotika; (b). psikotropika; (c). minuman beralkohol; (d). hasil tembakau; dan (e). hasil pengolahan zat adiktif lainnya".
Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU KH Mahbub Ma’afi mengatakan, para tokoh NU telah membahas RUU tersebut dalam forum
bahtsul masail yang dihelat LBM PBNU bersama para kiai dan nyai se-Indonesia di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat, pada Sabtu (6/5/2023) lalu.
Baca: 5 Organisasi Profesi Kesehatan di Jateng Tolak RUU Kesehatan Omnibus LawPara kiai berpandangan bahwa pasal tersebut dapat memicu kontroversial di kalangan masyarakat. Sebab, ada satu klausul yang secara eksplisit menyamakan produk olahan tembakau dengan zat adiktif lainnya seperti psikotropika, narkotika, dan alkohol.
Tidak hanya itu, munculnya pasal kontroversi itu juga akan mengancam perekonomian para petani tembakau.
”Jadi kalau mereka menanam tembakau, itu seperti dikategorikan sebagai penanam narkotika atau
mariyuana,” ujarnya mengutip nu.or.id, Senin (8/5/2023).
Oleh karena itu, forum
bahtsul masail itu pun meminta kepada pemerintah agar mengubah beberapa klausul dalam RUU tersebut. Sementara apabila pasal tersebut tetap dibiarkan, maka akan berpotensi menjadi pasal karet.Kiai mahbub juga mengatakan jika dalam forum
bahtsul masail itu, pihak kementerian kesehatan (Kemenkes) dan Panitia Kerja (Panja) DPR juga diundang untuk membahas RUU Kesehatan tersebut. Namun, keduanya tidak datang.”Panja dan Kemenkes sudah kita undang, namun mereka tidak datang. Ya, nanti kita berikan secara langsung kepada dua pihak itu agar masukan para kiai yang hadir dalam
bahtsul masail ini bisa dipertimbangkan,” terangnya.
Baca: PDGI Kudus: RUU Kesehatan Omnibus Law Berpotensi Timbulkan MalapraktikNur Kholis, Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU yang juga mantan Komnas HAM RI mengatakan, sebuah undang-undang harusnya dibuat sebagai pemecah isu sosial. Namun, dalam RUU Kesehatan itu justru berpotensi menimbulkan masalah sosial.”Nah, masyarakat yang sangat bergantung dengan industri tembakau berjumlah 6 juta jiwa. Di mana letak penyelesaian masalahnya jika pekerjaan dan ladang kehidupan 6 juta jiwa ini terancam karena undang-undang ini,” ujarnya.
Murianews, Jakarta – Lembaga Bahtsul Masail PBNU Menolak adanya pasal tentang tembakau yang disamakan dengan zat adaptif lainnya, seperti narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol. Pasal tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Pasal 154 ayat (3).
Pada Pasal 154 Ayat (3) tersebut berbunyi, "zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: (a). narkotika; (b). psikotropika; (c). minuman beralkohol; (d). hasil tembakau; dan (e). hasil pengolahan zat adiktif lainnya".
Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU KH Mahbub Ma’afi mengatakan, para tokoh NU telah membahas RUU tersebut dalam forum
bahtsul masail yang dihelat LBM PBNU bersama para kiai dan nyai se-Indonesia di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat, pada Sabtu (6/5/2023) lalu.
Baca: 5 Organisasi Profesi Kesehatan di Jateng Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law
Para kiai berpandangan bahwa pasal tersebut dapat memicu kontroversial di kalangan masyarakat. Sebab, ada satu klausul yang secara eksplisit menyamakan produk olahan tembakau dengan zat adiktif lainnya seperti psikotropika, narkotika, dan alkohol.
Tidak hanya itu, munculnya pasal kontroversi itu juga akan mengancam perekonomian para petani tembakau.
”Jadi kalau mereka menanam tembakau, itu seperti dikategorikan sebagai penanam narkotika atau
mariyuana,” ujarnya mengutip nu.or.id, Senin (8/5/2023).
Oleh karena itu, forum
bahtsul masail itu pun meminta kepada pemerintah agar mengubah beberapa klausul dalam RUU tersebut. Sementara apabila pasal tersebut tetap dibiarkan, maka akan berpotensi menjadi pasal karet.
Kiai mahbub juga mengatakan jika dalam forum
bahtsul masail itu, pihak kementerian kesehatan (Kemenkes) dan Panitia Kerja (Panja) DPR juga diundang untuk membahas RUU Kesehatan tersebut. Namun, keduanya tidak datang.
”Panja dan Kemenkes sudah kita undang, namun mereka tidak datang. Ya, nanti kita berikan secara langsung kepada dua pihak itu agar masukan para kiai yang hadir dalam
bahtsul masail ini bisa dipertimbangkan,” terangnya.
Baca: PDGI Kudus: RUU Kesehatan Omnibus Law Berpotensi Timbulkan Malapraktik
Nur Kholis, Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU yang juga mantan Komnas HAM RI mengatakan, sebuah undang-undang harusnya dibuat sebagai pemecah isu sosial. Namun, dalam RUU Kesehatan itu justru berpotensi menimbulkan masalah sosial.
”Nah, masyarakat yang sangat bergantung dengan industri tembakau berjumlah 6 juta jiwa. Di mana letak penyelesaian masalahnya jika pekerjaan dan ladang kehidupan 6 juta jiwa ini terancam karena undang-undang ini,” ujarnya.