Kejagung Tetapkan Tom Lembong Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula
Cholis Anwar
Rabu, 30 Oktober 2024 11:05:00
Murianews, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait kegiatan impor gula.
Penetapan ini diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Selasa (30/10/2024).
Menurut Abdul Qohar, Tom Lembong menjadi salah satu dari dua tersangka yang diumumkan dalam kasus ini. Tersangka lainnya adalah CS, yang menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis di PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) pada periode yang sama.
”Keterlibatan TTL dimulai pada tahun 2015 saat Indonesia sebenarnya mengalami surplus gula berdasarkan hasil rapat koordinasi antarkementerian. Namun, dia memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP,” kata Qohar dikutip dari Antara.
Keputusan tersebut dianggap menyimpang dari aturan yang mengatur bahwa izin impor gula hanya boleh diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan harus melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait, termasuk rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Namun, izin impor yang diberikan oleh Tom Lembong dilakukan tanpa prosedur koordinasi yang semestinya.
Selain Tom Lembong, CS juga diduga terlibat dalam kasus ini. Pada tahun 2015, ketika Kemenko Perekonomian mencatat kekurangan gula kristal putih sebesar 200.000 ton yang dibutuhkan pada tahun 2016, CS menginstruksikan bawahannya untuk bertemu dengan delapan perusahaan swasta guna mengatasi kekurangan tersebut.
Namun, gula yang diimpor adalah gula kristal mentah yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih oleh perusahaan yang mengelola gula rafinasi.
Abdul Qohar menjelaskan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut dari delapan perusahaan swasta dengan harga jual Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan saat itu sebesar Rp13.000. PT PPI diduga memperoleh komisi sebesar Rp105 per kilogram dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Akibat perbuatan keduanya, negara mengalami kerugian sekitar Rp 400 miliar.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).



