Para tersangka dikenakan pasal berlapis, yaitu pasal 80 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer dana, dengan ancaman pidana penjara empat tahun dan denda Rp 4 miliar.
Mereka juga dikenakan pasal 27 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar.
Murianews, Jakarta – Kepolisian Metro Jakarta Barat menangkap delapan tersangka terkait kasus penyewaan rekening penampungan untuk situs judi online internasional di kawasan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Para tersangka terdiri dari RS (31), DAP (27), Y (44), RF (28), ME (21), RH (29), AR (22), dan RD (28).
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol M Syahduddi menjelaskan, empat tersangka, yaitu ME, RH, AR, dan RD, berperan sebagai perekrut rekening bank serta ATM milik warga untuk digunakan dalam transaksi judi online.
”Tersangka ME, RH, AR, dan RD berperan sebagai perekrut (penjaring) rekening bank dan juga ATM dari warga,” ujar Syahduddi dikutip dari Antara, Jumat (8/11/2024).
Tersangka RS diketahui sebagai otak di balik sindikat ini sekaligus pemilik rumah tempat penggerebekan, sementara DAP, Y, dan RF berperan mengirimkan buku rekening, kartu ATM, dan ponsel yang telah terinstal aplikasi mobile banking ke pihak bandar judi online di Kamboja.
Para tersangka ditangkap di Cengkareng pada Kamis (7/11/2024) sebelum rumah RS di Perumahan Cengkareng Indah digerebek oleh polisi.
”Ponsel yang sudah terinstal aplikasi mobile banking beserta data terkait pin ATM, kemudian juga password mobile banking dan kartu ATM, satu paket dikirim ke Kamboja,” jelas Syahduddi.
Ia menambahkan, di Kamboja, barang-barang tersebut diterima oleh warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai pengelola situs judi online.
Para tersangka dikenakan pasal berlapis, yaitu pasal 80 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer dana, dengan ancaman pidana penjara empat tahun dan denda Rp 4 miliar.
Mereka juga dikenakan pasal 27 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar.