Prosesi melontar jumrah di Mina juga tidak kalah menantang. Perjalanan yang panjang dan keramaian saat melontar dapat meningkatkan risiko kelelahan, dehidrasi, dan cedera.
”Oleh karena itu untuk menjaga keamanan, kata dia, lansia sering disarankan untuk melontar jumrah pada waktu yang lebih sepi atau menggunakan layanan badal (diwakilkan),” imbuhnya.
Untuk memantau kondisi kesehatan jemaah, terutama lansia, pemerintah telah mengintegrasikan data kesehatan melalui Sistem Informasi Kesehatan Haji (Siskohatkes).
”Jemaah juga diwajibkan bebas dari penyakit berat, seperti gagal ginjal, penyakit jantung dengan gejala berat, dan demensia, yang dapat menjadi alasan untuk menunda keberangkatan,” pungkas Imran.
Murianews, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau para calon jemaah haji untuk menjaga kesehatan selama menunaikan rukun haji. Mengingat cuaca di Tanah Suci pada saat pelaksanaan rukun islam kelima itu terjadi cuaca ekstrem.
Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes, Imran Pambudi menyoroti beberapa prosesi ibadah haji yang memerlukan perhatian khusus bagi jemaah, khususnya jemaah lansia. Salah satunya adalah saat wukuf di Arafah.
”Saat wukuf di Arafah misalnya, terdapat cuaca ekstrem dengan suhu tinggi di Padang Arafah yang sering menyebabkan dehidrasi, heatstroke (serangan panas), dan kelelahan pada lansia. Di sini, lansia memerlukan tempat berteduh, hidrasi yang cukup, dan pengawasan medis,” kata Imran dikutip dari Antara, Senin (28/4/2025).
Selain wukuf, prosesi thawaf ifadah juga menjadi perhatian. Keramaian yang luar biasa di sekitar Ka’bah dapat meningkatkan risiko cedera, kelelahan, hingga gangguan pernapasan akibat desakan jemaah.
Oleh karena itu, pendampingan dan penggunaan alat bantu seperti kursi roda sangat dianjurkan bagi lansia saat melakukan thawaf.
Selanjutnya, prosesi sa'i yang mengharuskan jemaah berjalan bolak-balik antara Bukit Shafa dan Marwah memerlukan aktivitas fisik yang cukup intens. Hal ini berpotensi memicu kelelahan dan gangguan sendi pada jamaah.
”Lansia dapat menggunakan alat bantu mobilitas atau istirahat di sela-sela sa'i jika diperlukan,” ujar Imran.
Pantau kondisi kesehatan...
Prosesi melontar jumrah di Mina juga tidak kalah menantang. Perjalanan yang panjang dan keramaian saat melontar dapat meningkatkan risiko kelelahan, dehidrasi, dan cedera.
”Oleh karena itu untuk menjaga keamanan, kata dia, lansia sering disarankan untuk melontar jumrah pada waktu yang lebih sepi atau menggunakan layanan badal (diwakilkan),” imbuhnya.
Untuk memantau kondisi kesehatan jemaah, terutama lansia, pemerintah telah mengintegrasikan data kesehatan melalui Sistem Informasi Kesehatan Haji (Siskohatkes).
Sebelum keberangkatan, calon jamaah haji juga diwajibkan memenuhi syarat istithaah kesehatan, yang mencakup kemampuan fisik dan mental. Jemaah harus dinyatakan sehat dan mampu menjalani perjalanan panjang serta seluruh rangkaian ibadah haji.
”Jemaah juga diwajibkan bebas dari penyakit berat, seperti gagal ginjal, penyakit jantung dengan gejala berat, dan demensia, yang dapat menjadi alasan untuk menunda keberangkatan,” pungkas Imran.