Lebih lanjut, Prof Marsudi menyatakan dirinya dan sejumlah pejabat UP yang juga diberhentikan dianggap aktif dalam memberikan dukungan kepada korban dugaan kekerasan seksual tersebut.
”Selama ini dianggap aktif melakukan advokasi kepada korban kasus ETH,” imbuhnya.
Namun, ia mengungkapkan adanya ancaman lisan melalui pesan singkat dari oknum di YPP-UP yang menyebutkan dirinya dapat dievaluasi karena dianggap tidak patuh terhadap arahan yayasan.
Padahal, menurut Prof Marsudi, tindakan yang dilakukannya adalah untuk menegakkan Undang-Undang Penanggulangan Kekerasan Seksual dan peraturan menteri terkait, serta memperhatikan rekomendasi dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III.
”Atas arahan LLDikti3, yaitu memulihkan hak-hak korban kembali seperti semula, (tetapi) mendapatkan teguran dari oknum YPP-UP,” jelasnya.
Murianews, Jakarta – Prof Marsudi Wahyu Kisworo, diberhentikan dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila (UP) oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP).
Keputusan pencopotan ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Ketua Pembina YPP-UP nomor: 04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025 yang ditandatangani oleh Ir Suswono Yudo Husodo pada 24 April 2025.
Mengutip dari Kompas.com, dalam Salinan SK pencopotan tersebut bertuliskan, ”memutuskan, menetapkan memberhentikan Prof Dr Ir Marsudi Wahyu Kisworo dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila terhitung 30 April 2025.”
Saat dikonfirmasi, Prof Marsudi membenarkan pencopotan dirinya dari kursi Rektor UP. Ia mengaku diberhentikan secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.
”Benar (dicopot dari jabatan),” ujarnya singkat.
Prof Marsudi menduga kuat pemberhentian dirinya berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan mantan Rektor UP berinisial ETH.
”Ada hubungannya dengan kasus ETH sehingga terjadi tekanan dan intimidasi terhadap beberapa pejabat, termasuk yang sudah diberhentikan secara sewenang-wenang oleh YPP-UP tanpa kesalahan dan tanpa membela diri,” ungkapnya.
Kekerasan Seksual...
Lebih lanjut, Prof Marsudi menyatakan dirinya dan sejumlah pejabat UP yang juga diberhentikan dianggap aktif dalam memberikan dukungan kepada korban dugaan kekerasan seksual tersebut.
”Selama ini dianggap aktif melakukan advokasi kepada korban kasus ETH,” imbuhnya.
Selama menjabat sebagai Rektor UP, Prof Marsudi mengaku telah berupaya untuk memulihkan hak-hak korban dan menolak untuk mengaktifkan kembali ETH pada bulan Oktober lalu.
Namun, ia mengungkapkan adanya ancaman lisan melalui pesan singkat dari oknum di YPP-UP yang menyebutkan dirinya dapat dievaluasi karena dianggap tidak patuh terhadap arahan yayasan.
Padahal, menurut Prof Marsudi, tindakan yang dilakukannya adalah untuk menegakkan Undang-Undang Penanggulangan Kekerasan Seksual dan peraturan menteri terkait, serta memperhatikan rekomendasi dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III.
”Atas arahan LLDikti3, yaitu memulihkan hak-hak korban kembali seperti semula, (tetapi) mendapatkan teguran dari oknum YPP-UP,” jelasnya.