Kondisi lingkungan tempat tinggal balita itu juga disebut menjadi faktor risiko, karena keluarga korban tinggal di rumah panggung dengan tanah terbuka, korban diduga sering bermain tanpa alas kaki.
dr Irfan menambahkan, kasus parah seperti yang dialami korban sangat jarang terjadi. Diduga mengalami komplikasi lain, yaitu tuberkulosis meningitis, mengingat orang tuanya sedang menjalani pengobatan TB paru.
”Jadi kemungkinan penyebabnya kombinasi antara infeksi cacing dan TB,” ujarnya.
Meskipun tim medis telah berupaya maksimal, nyawa balia tidak dapat diselamatkan. Kondisinya yang sudah kritis saat tiba di rumah sakit membuat obat cacing tidak bekerja optimal. Korban dinyatakan meninggal pada 22 Juli 2025.
Murianews, Sukabumi – Seorang balita perempuan di Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, meninggal dunia setelah tubuhnya dipenuhi cacing.
Balita berusia empat tahun itu dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Syamsudin pada 13 Juli 2025, dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Menurut Humas RSUD Syamsudin, dr Irfan, pada awalnya dokter kesulitan menentukan penyebab pasti penurunan kesadaran balite itu. Pemeriksaan awal hanya menunjukkan kondisi syok atau kekurangan cairan berat.
”Pasien datang dalam keadaan tidak sadar. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan syok atau kekurangan cairan berat,” kata dr Irfan dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (21/8/2025).
Namun, kejadian mengejutkan terjadi saat balita itu dirawat di IGD. Tiba-tiba, cacing keluar dari hidungnya, yang menjadi petunjuk awal dugaan infeksi cacing.
Infeksi ini kemudian didiagnosis sebagai askariasis, penyakit yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides).
dr Irfan menjelaskan, infeksi ini terjadi ketika telur cacing tertelan, kemudian menetas di usus. Larva cacing dapat menyebar melalui aliran darah ke berbagai organ, termasuk otak, yang diduga menyebabkan kondisi tidak sadar pada balita R.
Kerabat korban, Edah juga membenarkan jika ia melihat cacing sepanjang 15 sentimeter keluar dari hidung balita itu saat di IGD.
Lingkungan sekitar...
Kondisi lingkungan tempat tinggal balita itu juga disebut menjadi faktor risiko, karena keluarga korban tinggal di rumah panggung dengan tanah terbuka, korban diduga sering bermain tanpa alas kaki.
dr Irfan menambahkan, kasus parah seperti yang dialami korban sangat jarang terjadi. Diduga mengalami komplikasi lain, yaitu tuberkulosis meningitis, mengingat orang tuanya sedang menjalani pengobatan TB paru.
”Jadi kemungkinan penyebabnya kombinasi antara infeksi cacing dan TB,” ujarnya.
Meskipun tim medis telah berupaya maksimal, nyawa balia tidak dapat diselamatkan. Kondisinya yang sudah kritis saat tiba di rumah sakit membuat obat cacing tidak bekerja optimal. Korban dinyatakan meninggal pada 22 Juli 2025.