Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyoroti krisis eksistensi yang dihadapi industri media di tengah gempuran Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI).

Ancaman ini muncul karena AI secara gratis mengambil konten media sebagai bahan baku, sementara media harus menanggung biaya produksi.

Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, saat membuka perhelatan tahunan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 di The Hub Epicentrum, Jakarta Selatan, pada Selasa (22/10/2025).

”Ada ancaman AI terhadap eksistensi media,” tegas Wahyu dalam acara yang mengusung tema ”Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital” tersebut.

Wahyu menjelaskan, berdasarkan riset internal media anggota AMSI, hampir 30 persen kunjungan ke situs berita berasal dari crawler bot AI.

Bot-bot ini mengambil konten media untuk diproses menjadi konten baru tanpa memberikan kompensasi.

”Mereka mengambil konten media untuk membuat konten, tapi mereka tidak membayar kita. Sementara media harus membayar redaksi dan servernya. Media tidak lagi mempunyai value untuk iklan. Ini adalah krisis eksistensi media,” jelas Wahyu.

Ancaman ini diperparah dengan kondisi pendapatan media yang semakin tertekan. Saat ini 80 persen pendapatan media masih berasal dari pemerintah.

Iklan media...

Dengan menurunnya belanja iklan pemerintah dan rendahnya kunjungan organik ke situs, peluang sumber iklan lain juga ikut menurun.

Fenomena ini juga turut disoroti oleh Ketua Komisi Digital dan Sustainability Dewan Pers, Dahlan Dahi. Ia menyebut kondisi ini bisa menjadi ”kiamat” bagi industri media.

Menurut Dahlan, jika berita tidak lagi memiliki nilai ekonomis, maka eksistensi wartawan pun terancam. Solusi mendesak yang ditawarkan adalah dengan memperkuat perlindungan hukum.

”Solusinya meletakkan karya jurnalistik sebagai karya yang dilindungi UU,” ujar Dahlan.

Selain AI, permasalahan lain datang dari kreator konten independen yang juga memanfaatkan berita media secara gratis untuk membuat konten yang dapat dimonetisasi.

”Seharusnya mereka bayar ke media, sehingga media bisa mendapat revenue lain selain iklan, yaitu dari konten beritanya,” tambah Dahlan.

Komentar

Terpopuler