Di mana, pria asal kabupaten Pati Jawa Tengah ini dilantik menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kinerja (PPPK) bersama 33 petugas haji lainnya yang bertugas sebagai PPIH Arab Saudi, pada Senin (26/5/2025).
Bertempat di hotel 1012 sektor 10, Misfalah, Makkah, mereka dilantik secara daring oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar.
Mushofa mengaku bahagia akhirnya dilantik sebagai abdi negara. Kebahagiaan itu makin bertambah karena pelantikan berlangsung saat dirinya sedang menjadi perugas haji di Tanah Suci.
Mushofa sendiri telah mengabdi sebagai Penyuluh Agama Islam nonPNS di KUA Kecamatan Pati sejak 2008. Selama 17 tahun mengabdi, ia merasakan gaji dari Rp 100 ribu/bulan, hingga honor terakhir yaitu Rp 1 juta/bulan.
Namun gaji tersebut tidak menjadi persoalan baginya. Lantaran menurutnya, mengabdikan diri kepada masyarakat untuk memberikan pencerahan keagamaan adalah sebuah ibadah.
”Gaji berapa pun tidak pernah saya pikirkan dan tidak menjadi beban hidup saya. Saya santai saja, karena menurut saya, Penyuluh Agama adalah sebuah pengabdian kepada agama dan masyarakat. Dan itu menjadi ibadah,” kata Mushofa ketika diwawancarai usai pelantikan, dilansir dari laman Kemenag, Rabu (28/5/2025).
Murianews, Makkah – Momen istimewa didapat Mushofa, salah satu petugas haji Bimbingan Ibadah di sektor 9, Misfalah, Makkah, Arab Saudi.
Di mana, pria asal kabupaten Pati Jawa Tengah ini dilantik menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kinerja (PPPK) bersama 33 petugas haji lainnya yang bertugas sebagai PPIH Arab Saudi, pada Senin (26/5/2025).
Bertempat di hotel 1012 sektor 10, Misfalah, Makkah, mereka dilantik secara daring oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar.
Mushofa mengaku bahagia akhirnya dilantik sebagai abdi negara. Kebahagiaan itu makin bertambah karena pelantikan berlangsung saat dirinya sedang menjadi perugas haji di Tanah Suci.
Mushofa sendiri telah mengabdi sebagai Penyuluh Agama Islam nonPNS di KUA Kecamatan Pati sejak 2008. Selama 17 tahun mengabdi, ia merasakan gaji dari Rp 100 ribu/bulan, hingga honor terakhir yaitu Rp 1 juta/bulan.
Namun gaji tersebut tidak menjadi persoalan baginya. Lantaran menurutnya, mengabdikan diri kepada masyarakat untuk memberikan pencerahan keagamaan adalah sebuah ibadah.
”Gaji berapa pun tidak pernah saya pikirkan dan tidak menjadi beban hidup saya. Saya santai saja, karena menurut saya, Penyuluh Agama adalah sebuah pengabdian kepada agama dan masyarakat. Dan itu menjadi ibadah,” kata Mushofa ketika diwawancarai usai pelantikan, dilansir dari laman Kemenag, Rabu (28/5/2025).
Sebelumnya Mushofa menerima dengan ikhlas, keinginan untuk menjadi PPPK tertepis. Hal ini lantaran adanya peraturan calon PPPK harus memiliki Strata yang linier dan tidak boleh S.Pd.
Tidak Merasa Bangga...
Namun ternyata sudah garis Allah, keikhlasan Mushofa berbuah. Akhirnya, status Sarjana Pendidikan boleh ikut meramaikan kontestasi perekrutan CPPPK Penyuluh Agama Islam pada Kementerian Agama.
Mendengar kabar itu, Mushofa lalu mengikuti tes CPPPK, mengikuti pemberkasan, dan sebagainya. Akhirnya, ia dinyatakan lolos sebagai CPPPK Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Pati.
”Alhamdulillah di tengah pengabdian saya, saya bisa lolos menjadi CPPPK. Ini adalah sebuah apresiasi dari negara untuk saya,” katanya.
Walaupun sudah dilantik sebagai PPPK, Mushofa tidak merasa bangga. Ia justru menjadikannya sebagai amanah dan cambuk untuk bekerja lebih baik dan bertanggung jawab.
”Ketika diterima PPPK, saya merasa itu merupakan cambuk bagi saya. Jadi kita tidak harus terjebak dalam euforia. Senang dan gembira saja tidak. Karena saya menganggap ini adalah sebuah tanggung jawab. Kita harus bekerja lebih baik dari sebelumnya. Karena negara sudah memikirkan kesejahteraan kita,” ungkapnya.
Mushofa kemudian menceritakan soal dirinya lolos menjadi petugas haji. Awal ada pengumuman perekrutan petugas haji pembimbing ibadah, ia merasa minder. Karena salah satu syaratnya adalah berstatus PNS dan sudah pernah berhaji.
Mushofa yang memiliki 2 putri ini memang sudah pernah berhaji pada 2018, namun ia belum memiliki status PNS. Akhirnya, ia memilih jalur seleksi lain, yaitu tes masuk Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) Daerah dari unsur ormas dan ponpes.
Tujuan Mushofa mengikuti tes seleksi ini tak lain adalah bisa melayani tamu Allah.
Menjadi Petugas di Tanah Suci...
”Waktu saya menjadi narasumber manasik haji di beberapa KUA, terbersit pikiran saya untuk memberikan pelayanan kepada Allah pada hal ibadah. Dan akhirnya tahun ini saya ikut tes, walaupun bukan dari jalur PNS. Sepertinya Allah mengizinkan saya dengan memberikan kemudahan-kemudahan, sehingga saya bisa lolos sebagai petugas haji,” katanya.
Mushofa dipercaya sebagai pembimbing Ibadah di kloter 56 Embarkasi Solo (SOC 56). Ia merasa bersyukur, karena ia diberikan kesempatan melayani tamu Allah di Tanah Suci.
Menurut Mushofa, menjalankan tugas adalah lebih utama dan bernilai ibadah juga dibandingkan melakukan ibadah pribadi.
”Urusan ibadah pribadi, urusan honor, dan urusan lainnya, itu nomor sekian. Yang utama adalah melayani tamu Allah. Bagaimana saya bisa beribadah dengan sempurna, itu urusan Tuhan. Biar Allah yang menilainya. Karena saya yakin, melayani ibadah jemaah itu pahalanya lebih besar. Semoga jemaah haji Indonesia menjadi haji yang mabrur,” pungkasnya.