Lebih lanjut, pihaknya mengimbau petani agar tidak hanya fokus pada tren harga pasar sesaat. Menurutnya, kecenderungan petani yang menanam komoditas secara serempak ketika harga naik justru menyebabkan kelebihan pasokan dan harga kembali turun drastis.
Sebagai solusi jangka panjang, Agus Iwan juga menekankan pentingnya inovasi pascapanen. Salah satunya seperti yang dilakukan Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kecamatan Sluke yang mengolah tomat menjadi produk Tomat Rasa Kurma (Torakur).
Produk olahan ini, menurutnya, memiliki nilai jual delapan hingga sepuluh kali lipat dari harga tomat mentah serta memiliki daya simpan lebih lama.
Murianews, Rembang – Pemkab Rembang, Jawa Tengah, melakukan upaya untuk membantu menyerap dan memasarkan hasil panen para petani tomat.
Yakni, dengan mengambil langkah konkret melalui penyerapan hasil panen oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan sekolah-sekolah. Upaya ini dilakukan untuk mencegah kerugian petani akibat anjloknya harga tomat di pasaran.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Dintanpan) Kabupaten Rembang, Agus Iwan Haswanto, menjelaskan bahwa saat ini harga tomat mengalami penurunan drastis hingga mencapai Rp 750 per kilogram.
Kondisi tersebut membuat petani kesulitan menutup biaya panen, bahkan sebagian hasil panen terancam membusuk di lahan maupun di rumah.
”Harga ini dirasa sangat rendah oleh petani. Tidak cukup untuk biaya panen. Maka dari itu mereka berharap bantuan dari dinas teknis agar hasil panen tetap terserap,” ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, Dintanpan menggandeng ASN di lingkungan Pemkab Rembang untuk membeli tomat hasil panen petani. Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan sejumlah sekolah melalui program bertajuk #SiswaPeduliPetani.
Di mana, setiap siswa didorong membeli antara setengah hingga 1 kilogram tomat.
Agus Iwan menyebutkan, hingga saat ini penyerapan tomat petani sudah mencapai sekitar 1 ton di wilayah Kecamatan Sumber. Sementara di Kecamatan Rembang dan Gunem, panen raya masih berlangsung dan diperkirakan akan menambah volume penyerapan.
Torakur...
Lebih lanjut, pihaknya mengimbau petani agar tidak hanya fokus pada tren harga pasar sesaat. Menurutnya, kecenderungan petani yang menanam komoditas secara serempak ketika harga naik justru menyebabkan kelebihan pasokan dan harga kembali turun drastis.
“Kami terus wanti-wanti kepada penyuluh pertanian agar mengedukasi petani tidak hanya dalam hal teknis budi daya, tetapi juga dari sisi pemasaran. Karena situasi seperti ini bisa terus berulang, terutama untuk komoditas sayuran,” tegasnya, dilansir dari laman Pemkab Rembang.
Sebagai solusi jangka panjang, Agus Iwan juga menekankan pentingnya inovasi pascapanen. Salah satunya seperti yang dilakukan Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kecamatan Sluke yang mengolah tomat menjadi produk Tomat Rasa Kurma (Torakur).
Produk olahan ini, menurutnya, memiliki nilai jual delapan hingga sepuluh kali lipat dari harga tomat mentah serta memiliki daya simpan lebih lama.