Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jepara – Masyarakat Dukuh Kebuk Kidul, Desa Banjaran, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara melaksanakan tradisi Manganan di makam Mbah Surojoyo. Dalam acara haul leluhur itu, warga menggunakan bahan-bahan alami sebagai wadah makanan.

Manganan merupakan perayaan dan makan bersama di Makam Mbah Surojoyo, tokoh dan leluhur yang dianggap sebagai pendiri Dukuh Kebuk Kidul.

Pagi Minggu (9/7/2023), lebih dari dua ribu warga Dukuh Kebuk Kidul dan dukuh-desa tetangga berkumpul di area makam. Mereka membawa imitasi kereneng atau keranjang yang terbuat dari bambu.

Kereneng-kereneng tersebut diarak mengelilingi desa dengan penuh semarak. Dua kereneng raksasa memimpin rombongan masyarakat. Imitasi kereneng ini berisi nasi yang terbuat dari styrofoam dan lauk-pauk dari kayu yang dihancurkan.

Di area makam, para ibu sibuk memasak nasi dan berbagai lauk-pauk untuk disuguhkan kepada peziarah yang datang dari berbagai desa, bahkan luar kota. Menariknya, tidak terlihat adanya wadah makanan plastik. Sebagai gantinya, mereka menggunakan daun jati dan kereneng.

Ngateno, juru kunci makam, menjelaskan bahwa kereneng memiliki makna kesederhanaan yang melekat pada masyarakat Dukuh Kebuk Kidul pada zaman dahulu. Sebelum adanya plastik, tradisi Manganan selalu dikaitkan dengan penggunaan kereneng.

”Masyarakat memanfaatkan bambu dan daun yang melimpah di sekitar mereka. Bahkan, dulu masyarakat masih menggunakan batok kelapa sebagai sendok saat Manganan,” ujar Ngateno.

Namun, seiring perkembangan zaman, masyarakat beralih menggunakan keranjang plastik sebagai wadah makanan. Kebiasaan ini berlangsung selama bertahun-tahun.

Namun, dalam empat tahun terakhir, Ngateno mengambil inisiatif untuk menghidupkan kembali tradisi Manganan dengan menggunakan kereneng. Tujuannya adalah mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik.

Selain itu, Ngateno juga ingin menjaga agar generasi saat ini tidak melupakan tradisi leluhur. Dampak positifnya adalah pemuda-pemuda yang sebelumnya tidak bisa membuat kereneng kini dapat membuatnya sendiri.

”Kami sepakat untuk mengurangi penggunaan plastik dengan menjalankan tradisi leluhur. Semua makanan yang kami sajikan kepada masyarakat berasal dari bahan alami di sekitar kita,” tambah Ngateno.

Ngateno menyebutkan bahwa dalam acara tahun ini, panitia menyediakan setidaknya 2.500 kereneng. Nasi yang telah disiapkan oleh panitia akan disajikan dengan lauk-pauk sederhana dari masyarakat desa, seperti tahu, tempe, ikan, dan sedikit irisan daging kambing.

Tradisi Manganan Makam Mbah Surojoyo ini rutin dilaksanakan setiap Malam Senin Pahing pada bulan Dzulhijjah. Selain prosesi arak-arakan, juga dilakukan ziarah bersama, hataman Al-Qur'an, pengajian umum, dan pertunjukan rebana tradisional.

”Masyarakat di sini meyakini bahwa kereneng yang diberkahi dalam acara haul Mbah Surojoyo membawa berkah bagi masyarakat, lingkungan, dan alam,” tutur Ngateno.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler