Rabu, 19 November 2025

Sehingga untuk mendorong meningkatnya partisipasi pemilih, kedepan diperlukan sosialisasi dan pendidikan politik yang masif dan berkelanjutan. Ini merupakan tugas penyelengagra pemilu, partai politik, pemerintah dan stakeholder lainnya.

Pendidikan politik secara masif tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, tidak hanya menjelang Pemilu atau Pilkada saja.

“Walaupun,secara umum KPU sudah menjalankan peran-perannya dengan baik,” ujar dia.

Muntoko juga menilai bahwa penyebab partisipasi yang rendah lainnya adalah apatisme politik di masyarakat Jepara masih cukup tinggi. Mungkin bagi para pemilih yang tidak nyoblos (golput) itu sebagian besar berpikirnya adalah siapapun yang terpilih menjadi kepala daerah tidak berdampak signifikan pada kehidupan mereka, sehingga memilih untuk tidak datang ke TPS.

”Tentu ini perlu riset. sehingga ini menjadi tantangan bagi siapapun nanti yang terpilih, yaitu harus mampu membuktikan kepada pemilih, bahwa yang bersangkutan bisa memberikan dampak secara signifikan terhadap kemajuan daerah dan masyarakatnya,” imbuhnya.

Kemudian, lanjut Muntoko, dalam konteks demokrasi lokal yang menjadi tantangan bersama saat ini adalah gejala yang disebutnya sebagai ‘politik makanan cepat saji’ (fast food politics).

Artinya, perilaku pemilih bersifat refleksif dan tidak rasional. Partisipasi pemilih didorong oleh stimulus yang bersifat jangka pendek bukan karena kesadaran bagaimana membangun daerah ke depan yang didasari oleh visi misi dan program. Itu sama halnya dengan pragmatisme politik era mutakhir.

"Tapi dalam konteks Pilkada Jepara, faktor ini perlu ada riset khusus," pungkas eks Komisioner KPU Kabupaten Jepara periode 2018-2023 itu.

Editor: Budi Santoso

Komentar

Terpopuler