Kamis, 20 November 2025

Dia meyakini, eksportir tidak terlalu kesulitan karena sebagian besar dokumen legalitas kayu sudah tersedia. Hanya saja, ke depan perlu penyesuaian dokumen tambahan sesuai ketentuan baru.

Salah satu eksportir furnitur Jepara, Antonius Suhandoyo, menganggap aturan ini pada prinsipnya dapat diatasi dengan sertifikat legalitas kayu yang sudah dimiliki eksportir, seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) maupun sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC).

”EUDR sifatnya lebih kepada dokumen. Kalau SPLK sudah ada, tinggal melengkapi dengan informasi asal kayu secara detail. Misalnya kayu dari hutan rakyat Purwodadi, itu harus jelas dokumennya,” ungkap Antonius.

Antonius bilang, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) telah mendorong pemerintah agar aktif merespons aturan EUDR, terutama melalui Kementerian Kehutanan yang memiliki kewenangan soal data kawasan hutan.

Sehingga, eksportir furniture Jepara bisa memahami regulasi EUDR sekaligus dampaknya, termasuk inventarisasi kebutuhan dokumen sebagai syarat pemenuhan EUDR.

Berdasarkan data eksportir, Antonius memperkirakan, 30 persen produk mebel Jepara dikirim ke Uni Eropa, 55 persen ke Amerika, dan sisanya ke pasar lain. Produk untuk Eropa mayoritas berupa outdoor furniture.

”Kalau untuk Jepara, sebenarnya tidak terlalu berat. Kami sudah mempersiapkan sejak awal,” tutup Antonius.

Editor: Cholis Anwar

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler