Senin, 24 Maret 2025

Murianews, Kudus – Dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri atau IAIN Kudus, Nur Mahmudah melihat Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan pasal 103 ayat 3 dan 4 sebagai upaya pemerintah menjaga kesehatan reproduksi.

Namun, pasal tersebut bisa menimbulkan salah tafsir dengan adanya poin penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar.

Nur Mahmudah mencoba melihat dan mendengar terlebih dahulu keterangan lebih lanjut dari Kementerian Kesehatan. Ia menyebut pasal itu belum menjelaskan tujuannya secara rinci.

”Masyarakat mengaitkan pemberian alat kontrasepsi pada pelajar dengan membolehkannya seks bebas. Oleh karena itu, poin itu harus dijabarkan klausulnya agar tidak terjadi salah pemahaman,” katanya kepada Murianews.com, Selasa (13/8/2024).

Ia menyebut, apabila penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah maka itu sebuah hal yang bagus. Ia mengutarakan, memang kenyataannya pernikahan dibawah umur masih banyak terjadi.

Anak-anak yang sudah menikah sebenarnya kesiapan reproduksinya masih rawan. Dengan demikian, sebaiknya harus ada penundaan serta upaya untuk mengelola kehamilan terlebih dahulu.

”Kalau ini yang dimaksudkan maka tidak ada masalah, meskipun hal ini akan menjadi pro-kontra seperti kasus KB,” ujarnya.

Pegiat Gender di IAIN Kudus itu mengungkapkan, apabila penyediaan itu dikaitkan dengan perilaku seks bebas sebelum menikah maka dengan jelas tidak menyetujui. Siswa dan remaja harusnya berprinsip abstinensi (tidak melakukan kegiatan seksual sebelum menikah.

Akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, pegiat gender dan masyarakat luas harus andil dalam mengendalikan faktor prediktor yang menyebabkan remaja dan siswa melakukan seks bebas.

”Harapannya ada aturan turunan yang bisa menjelaskan apa yang telah menjadi kegaduhan ini. Tentu aturan yang dibuat harus sesuai dengan cita-cita moral dan pendidikan bangsa,” tegasnya.

Editor: Supriyadi

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler