Rabu, 19 November 2025

Murianews, Kudus – Para petani kopi Muria belum bisa memaksimalkan hasil panennya. Sebagian besar dari mereka menjual kopi basah, padahal apabila dijual kering atau siap sangrai, harganya akan lebih tinggi.

Hal ini sangat berdampak pada stok kopi Muria. Dari total panen, hanya sekitar 30 persen kopi yang tersisa, karena minimnya keterlibatan petani dalam mengolah biji kopi.

Teguh Budi Wiyono, salah satu petani dan pengepul kopi asal Desa Colo, Kecamatan Dawe, mengungkapkan keinginannya agar pemerintah, khususnya melalui Dinas Pertanian, dapat memberikan pendampingan kepada petani kopi Muria. Menurutnya, pendampingan ini penting untuk mendukung perkembangan kopi lokal.

”Harapannya, ada pendampingan dari pemerintah, terutama dari Dinas Pertanian. Selama ini yang didampingi hanya tanaman pangan, padahal kopi juga butuh perhatian,” ujar Teguh kepada Murianews.com, Kamis (5/9/2024).

Teguh menjelaskan, saat ini produk olahan kopi Muria masih sangat terbatas. Banyak petani yang belum memiliki pengetahuan dan fasilitas untuk mengolah kopi menjadi produk bernilai tambah. Pendampingan diperlukan untuk membantu petani memahami cara mengolah kopi, mulai dari proses pengeringan hingga pengemasan.

Selain kurangnya pemahaman tentang pengolahan, Teguh menyoroti minimnya fasilitas pendukung yang dimiliki petani.

”Para petani tidak memiliki alat-alat yang memadai. Bahkan untuk sekadar menjemur kopi pun mereka tidak punya lahan yang cukup luas,” jelasnya.

Perbedaan harga antara kopi basah dan kopi kering sangat signifikan. Saat ini, harga kopi basah petik asal (campuran merah dan hijau) mencapai Rp 17.500 per kilogram, sementara kopi kering petik merah bisa dijual seharga Rp 85 ribu per kilogram.

Bahkan, jika kopi tersebut sudah diolah menjadi bubuk, harganya bisa melonjak hingga Rp 120 ribu hingga Rp 160 ribu per kilogram, tergantung pada kualitas kemasannya.

Menurut Teguh, pendampingan akan membantu petani tidak hanya menjual kopi basah, tetapi juga mengolahnya terlebih dahulu, sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya.

”Jika ada pendampingan, petani bisa lebih siap mengolah kopi, bukan hanya menjualnya dalam bentuk basah,” tambahnya.

Editor: Cholis Anwar

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler