Dengan adanya ruang seperti ini, ia berharap semakin banyak anak muda yang tertarik mengembangkan dunia sastra dan ikut merawatnya.
”Kami ingin menciptakan ekosistem sastra yang terawat, di mana para penyair bisa saling berjejaring, berdiskusi, dan terus berkarya,” tutup Irianto.
Murianews, Kudus – Rumah Perjumpaan Anak Bangsa Balai Budaya Rejosari (RKBBR), Kabupaten Kudus, Jawa Tengah menggelar acara Tadarus Puisi: Membaca Skena Puisi Pantura pada Rabu (19/3/2025) malam.
Agenda itu menunjukkan geliat sastra di Kawasan Pantura masih terus terjaga. Sejumlah penyair pantura tampil dan membacakan puisi di acara itu.
Mereka yakni Adel Laila Fatmawati, Afif Khoiruddin Sanjaya, Aloet Pathi, Arif Khilwa, Asa Jatmiko, Asyari Muhammad, Elang Ade Iswara, Imam Khanafi, Lilis Shofiyanti, dan Pipiek Isfianti.
Tak hanya sekadar membacakan puisi, acara ini juga membuka ruang dialektika bagi para pencinta sastra dalam memahami dinamika perkembangan puisi di wilayah pesisir utara Jawa.
Acara yang didukung G&T Pro itu, memang menjadi wadah bagi penyair untuk berekspresi, berdiskusi, dan merefleksikan perkembangan puisi di daerah Pantura, khususnya di Kabupaten Kudus.
Perwakilan RKBBR selaku penyelenggara, Irianto Gunawan mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk merawat ekosistem puisi serta memperkuat jejaring antar komunitas sastra.
”Pantura, khususnya Kudus, Pati, dan Jepara, bukan hanya jalur perdagangan dan perlintasan budaya, tetapi juga jalur perkembangan sastra. Meski sering dipandang sebagai daerah pinggiran dibanding Yogyakarta, Bandung, atau Jakarta, Pantura memiliki warna tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia,” ujarnya.
Identitas Sastra Pantura...
Irianto menambahkan identitas sastra Pantura memiliki karakter khas yang lahir dari percampuran budaya pesisir. Pihaknya ingin menunjukkan puisi Pantura memiliki daya tariknya sendiri.
Dengan adanya ruang seperti ini, ia berharap semakin banyak anak muda yang tertarik mengembangkan dunia sastra dan ikut merawatnya.
Melalui Tadarus Puisi, RKBBR berharap kegiatan ini bisa menjadi agenda rutin yang berkelanjutan.
”Kami ingin menciptakan ekosistem sastra yang terawat, di mana para penyair bisa saling berjejaring, berdiskusi, dan terus berkarya,” tutup Irianto.
Editor: Zulkifli Fahmi