Tarif retribusi sampah dihitung berdasarkan volume, yakni Rp 5 ribu per kubik. Dengan sistem digital, proses pembayaran jadi lebih cepat dan akurat karena tidak ada lagi kendala uang pas atau risiko selisih.
Para pengangkut sampah pun mengaku lebih terbantu. Muhammad Supriyanto, salah satu pengangkut, menilai digitalisasi membuat pekerjaan semakin praktis.
”Lebih simpel. Kita tinggal scan, selesai, tanpa repot cari uang cash,” ujarnya.
Pemkab Kudus berharap model ini bisa diperluas ke layanan retribusi lainnya sebagai bagian dari transformasi menuju tata kelola keuangan daerah yang lebih modern dan transparan.
Murianews, Kudus – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus, Jawa Tengah, terus mendorong digitalisasi dalam berbagai sektor pelayanan publik.
Salah satunya di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, yang sejak Juli 2025 menerapkan pembayaran retribusi sampah secara nontunai.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kudus Sulistyowati menyebutkan, inovasi ini merupakan tindak lanjut arahan Bupati Kudus yang menginginkan seluruh pendapatan daerah beralih ke sistem digital.
”Tujuannya agar lebih transparan, efisien, dan mengurangi potensi kebocoran,” jelasnya.
Penerapan digitalisasi tersebut langsung menunjukkan hasil positif. Pada Agustus 2025, pendapatan retribusi sampah di TPA Tanjungrejo tercatat Rp 24 juta.
Angka ini melonjak dibanding saat pembayaran masih menggunakan uang tunai, yang biasanya hanya berkisar Rp 10-20 juta per bulan.
Dengan target retribusi tahun ini sebesar Rp 56 juta, Pemkab optimistis capaian akan terlampaui jauh sebelum akhir tahun.
Plh Kepala UPT TPA Tanjungrejo Ristianto menuturkan, sejak penerapan penuh pada 8 Juli 2025, seluruh transaksi di lokasi dilakukan menggunakan QRIS.
Lebih Praktis dan Cepat...
”Setiap hari ada sekitar 80 bentor pengangkut sampah masuk. Semua wajib bayar dengan QRIS. Kalau ada yang tidak bawa ponsel, biasanya dibayarkan lebih dulu oleh temannya,” katanya.
Tarif retribusi sampah dihitung berdasarkan volume, yakni Rp 5 ribu per kubik. Dengan sistem digital, proses pembayaran jadi lebih cepat dan akurat karena tidak ada lagi kendala uang pas atau risiko selisih.
Para pengangkut sampah pun mengaku lebih terbantu. Muhammad Supriyanto, salah satu pengangkut, menilai digitalisasi membuat pekerjaan semakin praktis.
”Lebih simpel. Kita tinggal scan, selesai, tanpa repot cari uang cash,” ujarnya.
Selain mendongkrak pendapatan, penerapan QRIS di TPA Tanjungrejo juga menjadi bukti bahwa digitalisasi pelayanan publik bisa berjalan efektif hingga ke sektor pengelolaan sampah.
Pemkab Kudus berharap model ini bisa diperluas ke layanan retribusi lainnya sebagai bagian dari transformasi menuju tata kelola keuangan daerah yang lebih modern dan transparan.
Editor: Dani Agus