Kunjungan Bahlil ini sekaligus menandai komitmen kuat pemerintah terhadap implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.
Dalam kunjungannya, Menteri Bahlil meninjau langsung proses produksi minyak di lapangan dan berdialog dengan para penambang rakyat, koperasi pengelola, perwakilan pemerintah daerah, serta pihak Pertamina. Ia menegaskan bahwa regulasi baru ini merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap masyarakat lokal yang selama ini mengelola sumur tua secara informal.
“Dengan regulasi ini, negara hadir memberikan kepastian hukum, keselamatan kerja, dan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat sekitar untuk terlibat dalam pengelolaan sumur tua secara sah dan produktif,” ujar Bahlil.
Bahlil mengungkapkan potensi sumur tua sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Satu sumur tua dapat menghasilkan 3–5 barel per hari, dengan satu barel setara 159 liter. Setiap sumur bahkan mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 10 orang.
“Kita berharap pengelolaan minyak bisa dilakukan dengan baik, masyarakat bekerja dengan tenang, tidak ada mafia, dan produksi minyak Pertamina meningkat,” imbuhnya.
Bahlil juga menegaskan kehadiran negara bukan semata-mata soal hasil produksi. Melainkan menciptakan kenyamanan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
Murianews, Blora — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, melakukan kunjungan kerja ke kawasan sumur tua Ledok, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Kunjungannya menjadi bagian dari langkah strategis pemerintah dalam mendorong pengelolaan sumur tua secara legal, aman, dan berkelanjutan.
Kunjungan Bahlil ini sekaligus menandai komitmen kuat pemerintah terhadap implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.
Dalam kunjungannya, Menteri Bahlil meninjau langsung proses produksi minyak di lapangan dan berdialog dengan para penambang rakyat, koperasi pengelola, perwakilan pemerintah daerah, serta pihak Pertamina. Ia menegaskan bahwa regulasi baru ini merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap masyarakat lokal yang selama ini mengelola sumur tua secara informal.
“Dengan regulasi ini, negara hadir memberikan kepastian hukum, keselamatan kerja, dan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat sekitar untuk terlibat dalam pengelolaan sumur tua secara sah dan produktif,” ujar Bahlil.
Bahlil mengungkapkan potensi sumur tua sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Satu sumur tua dapat menghasilkan 3–5 barel per hari, dengan satu barel setara 159 liter. Setiap sumur bahkan mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 10 orang.
“Kita berharap pengelolaan minyak bisa dilakukan dengan baik, masyarakat bekerja dengan tenang, tidak ada mafia, dan produksi minyak Pertamina meningkat,” imbuhnya.
Bahlil juga menegaskan kehadiran negara bukan semata-mata soal hasil produksi. Melainkan menciptakan kenyamanan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
Tata Kelola Sumur Tua...
Senada dengan Menteri Bahlil, Kepala SKK Migas Djoko Siswanto menyatakan bahwa Permen No 14 Tahun 2025 bertujuan mengatur tata kelola sumur minyak tua agar tidak merugikan negara. Kemudian mendorong sinergi antara BUMD atau koperasi dengan KKKS.
Pemerintah juga menekankan pentingnya aspek keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan hidup. Kementerian ESDM meminta SKK Migas, Ditjen Migas, dan instansi terkait untuk melakukan pendampingan teknis serta pengawasan berkala terhadap operasional sumur tua.
Wilayah Ledok sendiri memiliki sekitar 190 sumur tua, yang sebagian besar masih dikelola secara tradisional oleh masyarakat. Menurut Direktur 4 Pertamina EP, Muhamad Arifin, Pertamina EP Cepu Field telah menjalin kerja sama pengelolaan dengan Blora Patra Energi hingga tahun 2030, serta lima perjanjian kerja sama lainnya dengan KUD dan BUMD di wilayah Cepu.
Sumur tua Ledok yang dikunjungi Bahlil merupakan salah satu wilayah penghasil minyak bumi yang telah dieksploitasi sejak masa kolonial. Kini, wilayah tersebut menjadi bagian dari program legalisasi dan pemberdayaan penambang tradisional melalui kerja sama antara koperasi, BUMD, dan Pertamina EP Cepu Field, di bawah pengawasan SKK Migas.
Editor: Budi Santoso