Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah mengambil langkah strategis untuk meningkatkan akurasi dan jangkauan sistem peringatan dini bencana tsunami nasional, khususnya yang dipicu oleh aktivitas seismik pada zona megathrust.

Upaya ini akan diwujudkan melalui pengembangan teknologi berbasis kabel optik bawah laut.

Pengembangan inovatif ini merupakan bagian dari kerja sama antara Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Telkom Indonesia.

Rencananya, kabel optik bawah laut ini akan diintegrasikan dengan sistem peringatan dini tsunami yang dikelola oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yang dikenal sebagai Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan riset inovasi teknologi ini sangat krusial untuk memperkuat sistem yang sudah ada.

”Semacam riset inovasi teknologi yang diperlukan memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang sudah ada,” kata Dwikorita seperti dilansir Antara, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, kabel optik bawah laut saat ini menawarkan solusi canggih untuk memperluas jaringan sensor tsunami di wilayah perairan Indonesia.

Fungsi kabel optik tidak hanya sebagai media pertukaran data dan telekomunikasi, tetapi juga berpotensi besar menjadi sensor utama.

Ancaman Megathrust di Indonesia...

”Jika kabel optik ini dapat digunakan untuk mendeteksi tsunami, maka distribusi sensor bisa lebih merata ke seluruh wilayah, termasuk kawasan laut yang saat ini belum memiliki sistem deteksi,” ujarnya.

Kemampuan kabel optik mendeteksi perubahan tekanan atau gelombang bawah laut sebagai indikator awal tsunami dinilai sangat relevan, mengingat jaringannya yang sudah tersebar luas di perairan Indonesia.

Dwikorita menegaskan teknologi kabel optik bawah laut ini harus melewati serangkaian uji kelayakan dan kesesuaian dengan standar nasional sebelum dapat diintegrasikan ke dalam InaTEWS. Hal ini penting untuk memastikan akurasi dan keandalannya benar-benar teruji.

Indonesia sendiri dikelilingi oleh 13 zona megathrust, berdasarkan Peta Sumber Bahaya Gempa (PuSGen) tahun 2017.

Dua di antaranya adalah zona megathrust segmen Selat Sunda yang membentang sebagian di Selatan Jawa-Bali, serta zona megathrust Mentawai-Siberut di barat Sumatera.

Para ahli BMKG meyakini bahwa aktivitas pada zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut masih menjadi ancaman bencana terbesar yang dapat terjadi sewaktu-waktu, mengingat data menunjukkan segmen-segmen tersebut sudah ratusan tahun belum mengalami gempa besar.

”Sistem peringatan dini tsunami bukan sekadar soal teknologi, tapi juga menyangkut kecepatan respons, ketepatan informasi, dan keselamatan jutaan jiwa. Oleh karena itu, integrasi teknologi harus memenuhi standar ketat,” tegas Dwikorita.

BMKG menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi proses validasi dan integrasi teknologi kabel laut optik ke dalam sistem nasional. Ini merupakan bentuk dukungan terhadap kolaborasi riset dan industri yang berorientasi pada perlindungan masyarakat dari risiko bencana.

 

Komentar

Terpopuler