Pentas seni dan budaya Papua tersebut sebelumnya menghadirkan mantan atlet nasional Serafi Anelies Unani.
Namun, suasana menjadi tegang ketika sekelompok mahasiswa Papua menyatakan bahwa acara tersebut tidak representatif.
Kericuhan tak terhindarkan saat dialog antara panitia dan mahasiswa tidak menemukan titik temu.
Situasi memanas, menyebabkan beberapa kursi penonton rusak, anak-anak menangis ketakutan, dan pengunjung lainnya panik mencari jalan keluar.
Ketua Pelaksana acara, Freek Christiaan, menyesalkan adanya insiden ini. Ia menegaskan kegiatan ini murni untuk mengenalkan budaya Papua kepada publik, tanpa muatan politik atau kepentingan tertentu.
”Kami ingin memperkenalkan budaya tari-tarian Papua, sekaligus membangun persaudaraan antarsuku di Surabaya,” ujarnya.
Ia berharap kekisruhan ini tidak memupus niat untuk terus menghadirkan ruang ekspresi budaya Papua di Surabaya.
Murianews, Surabaya – Sebuah acara pentas seni dan budaya Papua di Jalan Kya-Kya, Surabaya yang seharusnya menjadi ajang pengenalan kekayaan budaya, mendadak ricuh dan dibubarkan paksa, Minggu malam (27/7/2025).
Insiden pembubaran paksa diduga dilakukan oleh belasan orang yang mengaku dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) lantaran merasa tidak dilibatkan dalam gelaran tersebut.
Kasat Intelkam Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, AKP Amir Mahmud, membenarkan adanya penolakan dari sebagian mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di Surabaya.
”Iya, ada penolakan dari adik-adik mahasiswa (Papua) yang studi di Surabaya. Penolakannya karena mereka dari ada mahasiswa itu tidak dilibatkan dalam kegiatan tersebut,” kata Amir seperti dilansir Berita Jatim, Senin (28/7/2025).
Beruntungnya, aksi pembubaran tersebut tidak memicu konflik yang lebih besar dengan warga sekitar. Amir bersyukur atas warga dan petugas langsung sigap dengan insiden tersebut.
”Alhamdulillah warga sekitar di sini tidak terpicu dengan keadaan kemarin. Petugas yang berjaga juga langsung mengamankan sejumlah warga yang juga ikut menonton agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.
Meski begitu, Amir menyayangkan insiden tersebut. Menurutnya, pentas budaya Papua seharusnya menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan budaya Papua kepada masyarakat Surabaya.
”Namun, yang terjadi itu adalah penolakan dari adik-adik mahasiswa yang ada di Surabaya terhadap dari senior-senior mereka yang melaksanakan kegiatan pentas seni,” terangnya.
Awal Kericuhan...
Pentas seni dan budaya Papua tersebut sebelumnya menghadirkan mantan atlet nasional Serafi Anelies Unani.
Dalam sesi talkshow, Serafi berbagi kisah inspiratif, menekankan pentingnya kesiapan mental, kedisiplinan, dan konsistensi bagi generasi muda Papua dalam meniti pendidikan dan karier.
Namun, suasana menjadi tegang ketika sekelompok mahasiswa Papua menyatakan bahwa acara tersebut tidak representatif.
Kericuhan tak terhindarkan saat dialog antara panitia dan mahasiswa tidak menemukan titik temu.
Situasi memanas, menyebabkan beberapa kursi penonton rusak, anak-anak menangis ketakutan, dan pengunjung lainnya panik mencari jalan keluar.
Ketua Pelaksana acara, Freek Christiaan, menyesalkan adanya insiden ini. Ia menegaskan kegiatan ini murni untuk mengenalkan budaya Papua kepada publik, tanpa muatan politik atau kepentingan tertentu.
”Kami ingin memperkenalkan budaya tari-tarian Papua, sekaligus membangun persaudaraan antarsuku di Surabaya,” ujarnya.
Freek juga menyebut kegiatan ini telah mengantongi izin resmi dari Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar), termasuk penggunaan area Kya-Kya secara gratis.
Ia berharap kekisruhan ini tidak memupus niat untuk terus menghadirkan ruang ekspresi budaya Papua di Surabaya.