Penyimpangan yang dimaksud merujuk pada pelanggaran SOP yang dilakukan sejumlah SPPG, yang menyebabkan 70 insiden keamanan pangan dan berdampak pada 5.914 penerima MBG sejak Januari hingga September 2025.
Berdasarkan laporan Badan Gizi Nasional, insiden keracunan paling banyak terjadi di Pulau Jawa, dengan 41 kasus dan 3.610 penerima terdampak.
Sementara itu, di Sumatera tercatat 9 kasus (1.307 korban) dan di wilayah timur Indonesia (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara) ada 20 kasus (997 korban).
Penyebab utama dari kasus keracunan ini adalah kontaminasi beberapa jenis bakteri, seperti E-coli, staphylococcus aureus, salmonella, dan bacillus cereus yang ditemukan pada berbagai bahan makanan.
Dengan adanya perintah baru ini, pemerintah berupaya keras untuk memastikan kualitas dan keamanan makanan tetap terjaga. Meskipun target 82,9 juta penerima akan terus dikejar, fokus saat ini adalah memperkuat pengawasan dan prosedur untuk mencegah terulangnya insiden yang membahayakan penerima manfaat. (nad)
Murianews, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto memberikan perintah tegas untuk mencegah kasus keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Setiap dapur yang dikelola oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diwajibkan memiliki alat uji (test kit) untuk mengetes kualitas makanan sebelum didistribusikan.
Perintah ini disampaikan Presiden Prabowo saat berpidato di acara musyawarah salah satu partai politik di Jakarta, Senin (29/9/2025).
Alat uji tersebut merupakan bagian dari prosedur standar operasional (SOP) baru yang wajib dipatuhi seluruh SPPG untuk menjamin keamanan dan higienitas makanan.
”Kita sudah bikin SOP, semua alat harus dicuci pakai alat modern, dan tidak terlalu mahal untuk membersihkan, untuk membunuh semua bakteri,” kata Presiden Prabowo seperti dilansir ANTARA.
”Kita juga perintahkan semua dapur harus punya test kit, alat uji, sebelum distribusi harus diuji dulu semua, dan langkah preventif lainnya,” tambahnya.
Presiden Prabowo mengumumkan bahwa per hari ini, jumlah penerima MBG telah mencapai 30 juta orang, terdiri dari anak-anak sekolah, balita, dan ibu hamil.
Meskipun bangga dengan pencapaian ini, ia merasa masih sedih karena target 82 juta penerima masih jauh. Ia juga mengakui bahwa memaksakan percepatan program dapat meningkatkan risiko penyimpangan dan kekurangan.
SOP...
Penyimpangan yang dimaksud merujuk pada pelanggaran SOP yang dilakukan sejumlah SPPG, yang menyebabkan 70 insiden keamanan pangan dan berdampak pada 5.914 penerima MBG sejak Januari hingga September 2025.
Berdasarkan laporan Badan Gizi Nasional, insiden keracunan paling banyak terjadi di Pulau Jawa, dengan 41 kasus dan 3.610 penerima terdampak.
Sementara itu, di Sumatera tercatat 9 kasus (1.307 korban) dan di wilayah timur Indonesia (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara) ada 20 kasus (997 korban).
Penyebab utama dari kasus keracunan ini adalah kontaminasi beberapa jenis bakteri, seperti E-coli, staphylococcus aureus, salmonella, dan bacillus cereus yang ditemukan pada berbagai bahan makanan.
Dengan adanya perintah baru ini, pemerintah berupaya keras untuk memastikan kualitas dan keamanan makanan tetap terjaga. Meskipun target 82,9 juta penerima akan terus dikejar, fokus saat ini adalah memperkuat pengawasan dan prosedur untuk mencegah terulangnya insiden yang membahayakan penerima manfaat. (nad)