Rabu, 19 November 2025

Murianews, Pati – Warga Tlogowungu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mempunyai cara unik menyambut bulan Ramadan. Mereka menggelar kirab Ruwahan Apem di akhir bulan Syakban.

Ribuan warga memadati jalan Desa Tlogorejo, Kecamatan Tlogowungu usai salat isyak, Minggu (10/3/2024). Mereka menanti kirab Ruwahan Apem yang mereka gelar bersama untuk menyambut Ramadan.

Sebelumnya, sekitar satu bulan penuh, para pemuda sekitar Desa Tlogorejo menyiapkan keperluan kirab tersebut. Mulai dari membuat patung naga dari kertas hingga menyiapkan dua ribu kue apem untuk diperebutkan warga di balai desa.

Kirab Ruwahan Apem pun digelar. Usai salat isyak, boneka naga besar yang ditempatkan di area Bilik Buntu atau sumber mata air buntu akhirnya diarak. Diiringi musik terbang atau rebana Jawa, naga kemudian dibawa ke sumber mata air berbeda.

Mata air itulah yang disebut oleh masyarakat sekitar sebagai Tlogo Wungu. Nama sumber mata air ini sekaligus sebagai cikal bakal nama kecamatan Tlogowungu.

Sesepuh desa Muhammad Bahrun menceritakan naga yang dihadirkan diambil dari kisah rakyat yang beredar di masyarakat desa setempat. Dalam cerita, naga itulah yang menjadi sebab sumber mata air tersumbat dan membuat mejadi cikal bakal munculnya dua sumber mata air.

”Katanya ekornya sang naga itu berada di Bilik Buntu di sebelah barat. Sedangkan kepalanya menyumbat di Tlogo Wungu di Timur desa. Jadi dengan kirab naga ini kami ingin mengingatkan di tempat ini ada cerita seperti itu,” kata Bahrun.

Acara ruwahan ini akhirnya digelar rutin, meskipun sebelumnya tidak ada kirab. Awalnya, acara ruwahan yang digelar hanya berbetuk doa bersama di salah satu sumber mata air.

Pada tahun 2023 lalu, masyarakat menambahkan perayaan ruwahan dengan kirab. Sehingga diharapkan dengan acara ini masyarakat kembali mengingat asal usul desa mereka. Utamanya dalam menjaga sumber mata air yang masih digunakan untuk acara sehari-hari.

Ketua Karang Taruna setempat Syamsul Huda mengungkapkan tahun lalu acara digelar dengan meriah melibatkan kesenian setempat hingga pentas Teater daerah. Akan tetapi di tahun ini 'Ruwahan Apem' digelar dengan cara sederhana.

”Tetapi tahun ini kami hanya mengambil acara puncaknya saja berupa rebutan apem di balai desa. Karena waktu kami terhitung mepet,” terang Syamsul.

Sementara Kepala Desa Tlogorejo Suharno berharap dengan acara ini warganya dapat menjaga kerukunan. Harapan Suharno merujuk pada kue apem yang berasal dari kata bahasa Arab Afu'un yang berarti saling memaafkan.

Editor: Budi Santoso

Komentar

Terpopuler