Harga Garam Anjlok Gegara Impor, Petani Pati Menjerit
Umar Hanafi
Selasa, 30 April 2024 13:51:00
Murianews, Pati – Harga garam di Kabupaten Pati anjlok selama beberapa bulan terakhir ini gegara impor. Kondisi tersebut membuat petani garam di daerah berjuluk Bumi Mina Tani ini menjerit.
Seperti yang dirasakan oleh Sulhan (30). Petani garam asal Desa Tluwuk, Kecamatan Wedarijaksa, Pati itu mengeluhkan harga garam yang hanya seribu per kilogramnya. Apalagi murahnya harga ini disebut sudah terjadi sejak tahun lalu.
”Harga garam dari petani saat ini hanya seribu. Itu terjadi mulai panen raya Agustus 2023. Padahal Mei sebelumnya harga Rp 5 ribu. Jadi harganya tinggi hanya sebulan,” ujar dia, Selasa (30/4/2024).
Sulhan menuturkan, rendahnya harga garam ini terjadinya saat produksi garam petani melimpah. Sehingga petani rugi modal dan tenaga jika tetap memproduksi garam.
Apalagi petani seperti dirinya yang tidak memiliki tambak sendiri. Memproduksi garam di lahan seluas setengah hektare yang disewa seharga Rp 15 juta per tahunnya, Sulhan mengaku hanya mendapatkan untung tipis dari modal yang dikeluarkan.
”Kalau panen tidak bisa diprediksi. Tapi produksi itu Juli sampai November. Kalau cuaca bagus itu 15 ton sekali panen. Tapi itu rugi kalau harga garamnya murah,” bebernya.
Sulhan menyebut, anjloknya harga garam tidak hanya terjadi kali ini saja. Namun terjadi setiap kali panen raya. Menurutnya, hal ini terjadi imbas kebijakan pemerintah pusat mengimpor garam.
”Pemerintah menganggap kebutuhan garam di Indonesia tidak cukup. Kemudian impor ketika panen raya. Sehingga harga garam dari petani lokal hancur,” sebutnya.
Terpisah, Fungsional Pembina Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten, Ari Wibowo mengatakan, harga garam saat ini masih terbilang normal. Mengingat, saat ini petani sudah banyak yang panen garam.
”Saat ini sudah produksi dan kemudian ada yang panen. Tapi harga seribu itu masih normal. Kalau garam seharga Rp 5 ribu tahun kemarin itu karena stok lama yang disimpan di gudang,” ucapnya.
Ia bilang, harga garam memang terbilang fluktuatif atau naik turun karena faktor cuaca. Jika musim hujan harga akan naik, jika musim kemarau harga garam anak turun.
”Sebentar-sebentar naik turun. Faktornya karena kalau musim tidak bisa produksi, barangnya berkurang secara otomatis harganya naik,” tandas dia.
Editor: Cholis Anwar
Murianews, Pati – Harga garam di Kabupaten Pati anjlok selama beberapa bulan terakhir ini gegara impor. Kondisi tersebut membuat petani garam di daerah berjuluk Bumi Mina Tani ini menjerit.
Seperti yang dirasakan oleh Sulhan (30). Petani garam asal Desa Tluwuk, Kecamatan Wedarijaksa, Pati itu mengeluhkan harga garam yang hanya seribu per kilogramnya. Apalagi murahnya harga ini disebut sudah terjadi sejak tahun lalu.
”Harga garam dari petani saat ini hanya seribu. Itu terjadi mulai panen raya Agustus 2023. Padahal Mei sebelumnya harga Rp 5 ribu. Jadi harganya tinggi hanya sebulan,” ujar dia, Selasa (30/4/2024).
Sulhan menuturkan, rendahnya harga garam ini terjadinya saat produksi garam petani melimpah. Sehingga petani rugi modal dan tenaga jika tetap memproduksi garam.
Apalagi petani seperti dirinya yang tidak memiliki tambak sendiri. Memproduksi garam di lahan seluas setengah hektare yang disewa seharga Rp 15 juta per tahunnya, Sulhan mengaku hanya mendapatkan untung tipis dari modal yang dikeluarkan.
”Kalau panen tidak bisa diprediksi. Tapi produksi itu Juli sampai November. Kalau cuaca bagus itu 15 ton sekali panen. Tapi itu rugi kalau harga garamnya murah,” bebernya.
Sulhan menyebut, anjloknya harga garam tidak hanya terjadi kali ini saja. Namun terjadi setiap kali panen raya. Menurutnya, hal ini terjadi imbas kebijakan pemerintah pusat mengimpor garam.
”Pemerintah menganggap kebutuhan garam di Indonesia tidak cukup. Kemudian impor ketika panen raya. Sehingga harga garam dari petani lokal hancur,” sebutnya.
Terpisah, Fungsional Pembina Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten, Ari Wibowo mengatakan, harga garam saat ini masih terbilang normal. Mengingat, saat ini petani sudah banyak yang panen garam.
”Saat ini sudah produksi dan kemudian ada yang panen. Tapi harga seribu itu masih normal. Kalau garam seharga Rp 5 ribu tahun kemarin itu karena stok lama yang disimpan di gudang,” ucapnya.
Ia bilang, harga garam memang terbilang fluktuatif atau naik turun karena faktor cuaca. Jika musim hujan harga akan naik, jika musim kemarau harga garam anak turun.
”Sebentar-sebentar naik turun. Faktornya karena kalau musim tidak bisa produksi, barangnya berkurang secara otomatis harganya naik,” tandas dia.
Editor: Cholis Anwar