”Sekitar 150 perahu (tak bisa melaut). Khususnya di Desa Bumirejo, Bendar dan Kedungpancing,” kata Daman, Sabtu (5/7/2025).
Daman menyebut, banyaknya enceng gondok ini semakin parah usai beroperasinya Bendung Karet yang berada di Desa Bungasrejo Kecamatan Jakenan Pati. Menurutnya, bendungan tersebut membuat tanaman enceng gondok tersebut sulit dikendalikan.
”Sebelumnya memang ada, tapi tidak sebanyak setelah Bendung Kembang Kempis aktif,” imbuh Daman.
Daman menyebut, keberadaan Bendung Karet membuat enceng gondok menumpuk di lokasi bendung. Sehingga ketika hujan deras, tanaman mengambang itu langsung meluap ke bawah terbawa aliran air menuju hilir Sungai Juwana.
Dengan kondisi musim kemarau basah seperti ini, menurutnya hal itu bisa terjadi tiga sampai lima kali dalam sebulan. Akibat enceng gondok yang terbawa arus aliran sungai Juwana, akhirnya menghambat aktivitas para nelayan untuk melaut.
Murianews, Pati – Enceng gondok yang akhir-akhir ini sering memenuhi Sungai Juwana, khususnya wilayah hilir semakin meresahkan. Para nelayan tradisional di Juwana menyebut fenomena ini diakibatkan beroperasinya bendung karet.
Koordinator Nelayan Tradisional Juwana, Daman mengatakan, gegara enceng gondok yang berada di aliran Sungai Juwana itu, ratusan nelayan tradisional di sejumlah desa di Kecamatan Juwana tidak bisa melaut. Karena akses mereka terhambat enceng gondok.
”Sekitar 150 perahu (tak bisa melaut). Khususnya di Desa Bumirejo, Bendar dan Kedungpancing,” kata Daman, Sabtu (5/7/2025).
Daman menyebut, banyaknya enceng gondok ini semakin parah usai beroperasinya Bendung Karet yang berada di Desa Bungasrejo Kecamatan Jakenan Pati. Menurutnya, bendungan tersebut membuat tanaman enceng gondok tersebut sulit dikendalikan.
”Sebelumnya memang ada, tapi tidak sebanyak setelah Bendung Kembang Kempis aktif,” imbuh Daman.
Daman menyebut, keberadaan Bendung Karet membuat enceng gondok menumpuk di lokasi bendung. Sehingga ketika hujan deras, tanaman mengambang itu langsung meluap ke bawah terbawa aliran air menuju hilir Sungai Juwana.
Dengan kondisi musim kemarau basah seperti ini, menurutnya hal itu bisa terjadi tiga sampai lima kali dalam sebulan. Akibat enceng gondok yang terbawa arus aliran sungai Juwana, akhirnya menghambat aktivitas para nelayan untuk melaut.
Lima kali sebulan tak bisa melaut...
Bahkan, dalam sebulan nelayan bisa sampai lima kali tidak bisa melaut gegara adanya enceng gondok tersebut. Perhitungannya, setiap satu orang nelayan bisa kehilangan Rp 200 ribu karena tak bisa mencari ikan di laut dalam satu hari.
”Kerugian kalau musim kemarau basah paling tidak satu minggu 5 kali tidak bisa melaut. Kalau dihitung nominal per harinya Rp 200 ribu, itu 1 nelayan,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya berharap Pemkab Pati bisa memberikan solusi. Diharapkan enceng gondok tersebut bisa dimanfaatkan, sehingga tidak mengganggu aktifitas para nelayan Juwana.
”Paling tidak, pemerintah itu harus memfasilitasi. Supaya enceng gondok itu sebelum hanyut ke utara (arah laut), agar pemerintah memberi solusi, agar sampah-sampah tersebut diangkut ke darat,” ucapnya.
Bukan hanya itu saja, Daman juga berharap ada manajemen atau pengaturan terkait dengan pembukaan Bendung Kembang Kempis tersebut. Sehingga enceng gondok yang hanyut bisa diminimalisir dan tidak menganggu di kawasan hilir Sungai Juwana.
Editor: Budi Santoso