Rabu, 19 November 2025

Murianews, Kudus – Pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah bernama MC Mifrohul Hana menulis sejarah Kudus. Sepuluh jilid buku tersebut diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

MC Mifrohul Hana merupakan warga RT 05, RW 01, Desa Krandon, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.

Kesepuluh jilid buku tersebut berjudul ”Jejak Ulama Nusantara Menelusuri Hikmah dan Hikayat Tokoh Islam Kudus". Di tiap-tiap jilid mengulas sejarah desa dan makam atau punden yang ada di sembilan kecamatan di Kota Kretek. 

Khusus Kecamatan Kota dibuat dua jilid lantaran halamannya tebal. Sehingga total keseluruhan ada sepuluh jilid buku.

”Ada sepuluh jilid buku. Isi bukunya terdiri dari profil desa seperti jumlah penduduk. Kemudian sejarah nama-nama desa, adat istiadat di tiap-tiap desa, sejarah ulama, dan cikal bakal masing-masing desa se-Kudus,” katanya, Selasa (29/8/2023).

Dirinya menjelaskan, awal pertama tertarik menulis sejarah Kudus di tahun 2017. Saat itu dia termotivasi dari kakaknya, M Rikza Chamami yang merupakan dosen UIN Walisongo Semarang.

”Di tahun itu kakak saya mau menulis buku. Tetapi karena beliau sibuk akhirnya saya tertantang untuk menulis,” sambungnya.

Dia menambahkan, proses penulisan buku tersebut tidaklah mudah. Sepuluh buku tersebut terselesaikan dalam kurun waktu tiga tahun.

”Prosesnya saya mencari data punden di tiap-tiap kecamatan. Saya list dulu daftar pundennya,” terangnya.

Kemudian, untuk mendapatkan data jumlah penduduk, dirinya menyambangi kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus. Data tersebut kemudian diolahnya menjadi buku.

”Saya juga terjun ke desa-desa bertanya tentang data konkret di lapangan. Misalnya di Desa Rendeng ada punden mbah gamong, saya cari juru kuncinya dan saya tanyakan sejarahnya. Begitu juga untuk sejarah nama-nama desa,” ujarnya.

Dirinya tidak menampik mengalami kesulitan setiap kali menggali informasi. Sebab, tidak ada dokumentasi terkait sejarah di Kudus. 

”Informasi yang ada itu seringnya dari mulut ke mulut. Untuk yang berupa dokumentasi tertulis masih jarang,” ujar dia.

Terkait pengambilan foto punden atau makam, dirinya juga selalu meminta izin ke juru kunci setiap kali hendak ditampilkan di buku. Ketika diizinkan, dirinya baru menyertakan foto tersebut. 

”Kalau tidak diizinkan untuk ditampilkan di buku, saya tidak tampilkan,” ujarnya. 

Editor: Ali Muntoha

Komentar

Terpopuler